3) Disetrum. Meskipun sebagian dari 50 negara bagian di AS sudah tidak menerapkan cara ini sejak kasus William E. Vandiver, sebagian negara bagian masih menerapkan ini.
Disebutkan, pada 1990, terpidana mati Jesse Joseph Tafero menderita tiga sentakan listrik, sampai ia berhenti bernapas. Jika dibanding William E. Vandiver, Tafero masih mending. Vandiver sampai lima kali sentakan listrik.
Lagi-lagi, pihak pemerintah AS menyatakan, eksekusi yang gagal sebagai ”kesalahan manusia yang tidak disengaja”.
4) Digantung. Diterapkan di: Afghanistan, Bangladesh, Botswana, India, Iran, Irak, Jepang, Kuwait, Malaysia, Nigeria, Otoritas Palestina (otoritas Hamas, Gaza), Sudan Selatan, Sudan.
Di beberapa negara, terpidana ditimbang badan dulu, sehari sebelum eksekusi. Fungsinya menentukan waktu ”penurunan” badan terpidana, untuk memastikan kematian yang cepat. Orang berbobot ringan lebih lama mati daripada berbobot berat.
Beberapa negara, seperti Iran, menggunakan derek untuk menggantung orang yang dihukum di depan umum .
5) Dipancung. Dilaksanakan di Arab Saudi. Dilakukan di depan umum dengan menggunakan pedang. Biasanya di alun-alun kota atau di dekat penjara. Terhukum, yang matanya ditutup, diborgol dan sering diberi obat penenang, biasanya memakai pakaian putih, sama dengan algojo.
Pelaksanaan hukuman mati terbuka dan tertutup bergantung kebijakan negara. Terbuka bertujuan ditonton warga. Bisa menimbulkan efek jera. Tertutup, karena negara menganggap eksekusi mati terlalu mengerikan warga.
Sambo sudah divonis hukuman mati di pengadilan tingkat pertama. Berdasar hukum, ia punya kesempatan 14 hari untuk menyatakan naik banding.
Jika hasil pengadilan banding juga belum memuaskan, terpidana bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Setelah putusan Mahkamah Agung pun, masih ada kesempatan PK (peninjauan kembali) jika ditemukan novum.
Seumpama hasil pengadilan kasasi belum juga memuaskan terpidana, masih ada satu langkah terakhir: Minta grasi kepada presiden. Jalan hukum masih panjang buat Sambo. (*)