AKHIR Februari ini, banyak kepala daerah di Jawa Timur yang genap dua tahun memimpin. Salah satunya Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali. Kepemimpinan dua tahun ini merupakan tantangan berat bagi kepala daerah. Terutama di bidang ekonomi. Sebab, mereka dilantik pada Februari 2021, saat puncak pandemi Covid-19. Ketika varian Delta mengancam dan mengakibatkan puluhan ribu kematian.
Meski begitu, menilik data-data, Sidoarjo selama 2021 dan 2022 ini mencatatkan perkembangan perekonomian yang menarik. Seperti kondisi nasional, tahun 2021 ekonomi Sidoarjo mengalami lonjakan luar biasa. Tumbuh positif 4,21, membalik keadaan tahun 2020 yang tumbuh negatif (-3,69). Tahun 2022 dipastikan ekonomi tumbuh lebih tinggi.
Salah satu yang menarik adalah pertumbuhan pendapatan asli daerah (PAD) Sidoarjo dan kekuatan APBD-nya. Tahun 2023, rencana APBD mencapai Rp 5,21 triliun dengan pendapatan Rp 4,76 triliun. PAD diharapkan bisa mencapai Rp 1,93 triliun atau sekitar 37 persen APBD. Sisanya, tentu saja, dari dana transfer. Dari pemerintah pusat Rp 2,36 triliun dan transfer antardaerah Rp 462 miliar.
Dari mana PAD Rp 1,93 triliun? Tentu, yang utama adalah dari pajak daerah. Tahun 2023 ini, pajak daerah ditargetkan bisa menyumbang Rp 1,13 triliun. Retribusi hanya diharapkan bisa menyumbang Rp 55 miliar dan setoran dari badan usaha daerah Rp 106 miliar. Sisanya dari pendapatan asli daerah yang sah, Rp 460 miliar.
Pajak daerah memang menjadi kekuatan utama pendapatan Sidoarjo. Dua tahun selama kepemimpinan Muhdlor, pajak menunjukkan pertumbuhan signifikan. Tahun 2022, pajak daerah mencatat perolehan tertinggi sepanjang sejarah, Rp 1,215 triliun. Jauh melampaui pencapaian sebelum pandemi, yaitu tahun 2019 yang saat itu Rp 1,022 triliun. Berarti naik sekitar 17,8 persen. Dibanding tahun lalu, pajak daerah 2022 juga naik cukup signifikan, 18 persen, dari Rp 1,025 triliun.
Yang menarik, semua jenis pajak daerah bisa disebut telah pulih. Bahkan, melampaui capaian tertinggi sebelumnya. Semuanya juga melampaui target APBD. Secara keseluruhan, perolehannya melampaui 13 persen. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) malah melampaui 32,7 persen (Rp 440,56 miliar).
Keberhasilan tersebut tentu patut diapresiasi. Sebab, kondisi perekonomian sebenarnya belum benar-benar pulih. Dampak pandemi, banyak industri di Sidoarjo yang belum kembali normal. Belum mencapai kapasitas seperti sebelum pandemi Covid-19. Namun, ada sektor-sektor industri tertentu yang luar biasa tumbuh. Properti, misalnya. Ini bisa dilihat dari catatan BPHTB. Yang bukan penerimaannya saja yang meningkat dari Rp 350 miliar menjadi Rp 440 miliar (25,7 persen). Tapi, juga jumlah transaksinya yang mencapai 33 ribu. Dari yang biasanya di bawah 20 ribu.
Di Sidoarjo, BPHTB merupakan kontributor terbesar pajak daerah. Disusul pajak penerangan jalan (PPJ) dan PBB yang tahun lalu menyumbang Rp 332 miliar dan Rp 289 miliar. Jika dipersentase, BPHTB menyumbang sekitar 34,13 persen dan PPJ 30,5 persen. Sementara itu, PBB berkontribusi 24,77 persen. PBB sebenarnya bisa memberikan kontribusi lebih, tetapi selama ini pencapaian perolehannya hanya sekitar 60 persen dari potensi.
Tiga jenis pajak daerah tersebut memberikan kontribusi hingga 89,44 persen terhadap total penerimaan pajak daerah. Artinya, pencapaian target pajak daerah sangat ditentukan ketiga jenis pajak daerah itu. Jika pendapatan dari salah satu atau keseluruhan tiga jenis pajak tersebut meleset dari target, secara keseluruhan berpotensi tidak bisa mencapai target.
Sebagai kabupaten penyangga Surabaya, pajak restoran dan hotel Sidoarjo juga berkontribusi cukup tinggi. Tahun lalu pajak restoran menyumbang Rp 89 miliar dan hotel Rp 20 miliar. Dua pajak itu akan meningkat seiring dengan pulihnya ekonomi.
Tax Ratio Masih Rendah
Meski pajak daerah Sidoarjo sudah cukup tinggi, potensi untuk ditingkatkan masih sangat besar. Sebab, capaian itu –menurut perhitungan Kementerian Keuangan– belum ideal. Menurut Kemenkeu, tax ratio daerah yang ideal adalah 3 persen dari PDRB. Sementara dengan perolehan pajak daerah Rp 1,215 triliun –ditambah retribusi Rp 55 miliar–capaian tax ratio Sidoarjo baru 0,6 persen.
Hitungan itu dengan membagi perolehan pajak daerah dengan PDRB tahun 2021 yang mencapai Rp 210 triliun. Jika tax ratio ideal adalah 3 persen, seharusnya pajak daerah Sidoarjo bisa mencapai Rp 6,3 triliun. Jauh di atas APBD tahun 2023 yang Rp 5,21 triliun.
Perolehan pajak daerah Sidoarjo yang cukup tinggi –tertinggi untuk level kabupaten di Indonesia– itu juga masih jauh di bawah tax ratio daerah yang tercatat di Kemenkeu, yaitu 1,2 persen PDRB. Anggaplah di angka itu, potensi pajak daerah Sidoarjo bisa mencapai dua kali lipat dari perolehan 2022. Bisa mencapai Rp 2,4 triliun.