Cheng Yu Pilihan Pendiri Shahua, Salatiga, Hu Jielin: Hui Ren Bu Juan

Senin 20-03-2023,07:29 WIB
Reporter : Novi Basuki & Annie Wong
Editor : Tomy C. Gutomo

KIRA-KIRA, bagaimana perkembangan bahasa Mandarin di Indonesia ke depannya? Apakah generasi muda Tionghoa akan makin tertarik belajar bahasa Mandarin? Atau malah tidak? Jangan-jangan yang lebih memandang penting bahasa Mandarin justru yang non-Tionghoa –seperti terlihat pada santri-santri di pesantren? 

Kebijakan asimilasi paksa yang dijalankan rezim Soeharto menjadi penyebab terkikisnya identitas Tionghoa yang salah satunya ditunjukkan dengan ketidakmampuan mereka berbahasa bahasa nenek moyangnya.

Apa boleh buat? Pemerintah Orba menutup sekolah-sekolah mereka, melarang beredar koran-koran yang menggunakan aksara Han, dan kalau ketahuan mempelajari bahasa bangsanya, bisa-bisa diciduk tentara.

Makanya, orang-orang Tionghoa yang lahir setelah 1965, kemungkinan besar tidak bisa bahasa Mandarin --kecuali yang diam-diam belajar di rumahnya. 

BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Pengusaha Kopi Eddy Oetomo: Ji Suo Bu Yu, Wu Shi Yu Ren

Tidak sedikit yang galau. Menginginkan anak-anaknya tidak seperti mereka: harus bisa bahasa Tionghoa. Masalahnya, mereka mengeluhkan, yang muda-muda tidak begitu mau (disuruh) belajar bahasa Mandarin. Alasannya macam-macam: karena sulit, karena teman-teman di sekitar lebih banyak yang pakai bahasa Inggris, dan lain sebagainya. 

Itulah yang membuat Hu Jielin gusar. Ia terdorong untuk mencarikan jalan keluar. Toko bangunannya ia tutup dan pada Mei 2003 fokus membuka kursusan bahasa Mandarin yang diberinya nama Pusat Bimbingan Bahasa Tionghoa Shahua Salatiga (沙华汉语辅导中心). 

Tidak hanya mengajarkan bahasa Mandarin, Hu Laoshi, demikian ia biasa disapa, juga membeasiswakan murid-muridnya untuk studi lanjut ke Tiongkok. 

"Saya pertama kali mengirim siswa ke Tiongkok pada 2005. Yang dikirim adalah putri saya sendiri, yang tidak bisa bahasa Mandarin sama sekali," kata Hu Laoshi, seraya tertawa.

Hingga kini, telah lebih dari 250 peserta didik Hu Laoshi yang mendapatkan beasiswa ke Tiongkok. Sepulangnya dari Negeri Panda, mereka menjadi guru, dosen, penerjemah, dan meniti karir di berbagai bidang di Indonesia. 

Di usianya yang sudah tidak lagi muda, Hu Laoshi masih "诲人不倦" (huì rén bù juàn): tidak pernah lelah mendidik manusia. Sungguh spirit hidup yang layak dicontoh kita semua. 

Sehat selalu, Hu Laoshi! (*)

 

Kategori :