Tahun 2023, tingkat bunga cenderung naik sebagai dampak penyesuaian tingkat bunga global, terutama Amerika Serikat. Dengan kenaikan tingkat bunga di AS yang mencapai 4,75–5%, masih terbuka lebar peluang Bank Indonesia juga menaikkan tingkat bunga lagi. Sebab, BI perlu menjaga agar tingkat bunga riil di Indonesia masih menjanjikan bagi investor asing.
Saat ini tingkat bunga 7-days repo rate BI berada di 5,75% yang ditetapkan dalam Rapat dewan gubernur 15-16 Maret lalu. Sebelum The Fed menaikkan tingkat bunga 25 bps pekan lalu. Deposit facility rate sudah ada di angka 5% dan lending facility di 6,5%.
Jika perbankan mempertahankan NIM yang tinggi seperti 2022, dipastikan tingkat bunga kredit tahun ini akan naik ke level 12–14%. Januari 2023, tingkat bunga kredit bank-bank swasta ada di kisaran 10,58%. Dalam waktu dekat, dipastikan tingkat bunga kredit akan disesuaikan dengan kenaikan bunga acuan.
Dengan kondisi seperti itu, sudah semestinya perbankan bisa menurunkan NIM ke angka yang lebih rasional. Itu cukup memungkinkan. Mengingat, tingkat risiko secara umum sudah menurun meski risiko eksternal naik. Penurunan NIM itu dipastikan akan menekan bunga kredit sehingga kenaikan tingkat bunga acuan tidak terlalu berdampak pada kenaikan bunga kredit.
Pemerintah bisa mendorong bank-bank BUMN untuk menjadi penggerak penurunan bunga kredit. Dengan ”menguasai” bank-bank BUMN yang mendominasi industri perbankan di Indonesia, itu tidak sulit dilakukan. Jika bank-bank pemerintah bisa menurunkan bunga kredit, bank-bank swasta akan mengikuti. Sebab, nasabah bank swasta akan menyesuaikan ekspektasinya pada tingkat bunga pasar yang dimotori bank-bank BUMN. (*)
*) Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan Wakil Dekan II Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) Universitas Airlangga.