Peran para terduga teroris, dijelaskan Aswin.
NG alias BA adalah sentral buruan. Ia anggota JI yang menjadi buron sejak 2016.
Aswin: ”Yang bersangkutan menyimpan senpi. Kemudian, dalam kegiatannya, NG alias BA ini membuat bunker sebagai tempat persembunyian sekaligus pembuatan senjata rakitan.”
Lainnya, PS alias JA adalah anggota JI yang kerap melakukan kegiatan terorisme bersama BA. Sementara tersangka ZK berperan menyimpan dan menyembunyikan senjata serbu M16, Thompson, revolver, yang sudah lama dicari polisi.
Lainnya, H alias NB merupakan DPO dalam konflik Poso yang kemudian bergabung dengan kelompok itu.
Sementara itu, AM dan KI merupakan anggota JI yang mempersiapkan rencana teror dengan menggunakan senjata api.
Mengapa banyak teroris ditangkap di Lampung?
Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan kepada pers mengatakan, para teroris menganggap Lampung sebagai lokasi strategis untuk persembunyian. Pergerakan masyarakat antara Pulau Jawa dan Sumatera pasti lewat Lampung. Dengan demikin, Lampung jadi tempat persinggahan masyarakat.
Ken Setiawan: ”Lampung itu miniatur Indonesia. Semua suku di Indonesia ada di sana. Masyarakatnya individual. Sampai-sampai ada tetangga baru berbulan-bulan tidak kenal karena tidak bertegur sapa.”
Kondisi sosial itu jadi persembunyian aman buat teroris.
Dilanjut: ”Juga, mengingat di Lampung ada sisi kelam dianggap kelompok teroris sebagai lokasi pembantaian terhadap umat Islam pada peristiwa Talangsari.”
Yang dimaksud Ken adalah Tragedi Talangsari. Terjadi 7 Februari 1989. Lokasi di Dusun Talangsari III, Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur (sebelumnya masuk Kabupaten Lampung Tengah).
Dikutip dari perpustakaan Komnas HAM yang bertajuk Ringkasan Eksekutif Laporan Penyelidikan Pelanggaran HAM Yang Berat (2014) disebutkan, peristiwa itu dampak penerapan asas tunggal Pancasila di masa Orde Baru.
Aturan itu termanifestasi dalam UU No 3 Tahun 1985 tentang partai politik dan Golongan Karya serta UU No 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Komnas HAM yang memegang mandat sesuai Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang HAM membentuk tim pemantauan peristiwa Talangsari dan menyimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat di sana.
Komnas HAM menyatakan, Tragedi Talangsari menelan 130 orang terbunuh, 77 orang dipindahkan secara paksa, 53 orang dirampas haknya dengan sewenang-wenang, dan 46 orang lainnya disiksa.