SURABAYA - HARIAN DISWAY - Gelombang kedua pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Kompetensi (UTBK) di Universitas Negeri Surabaya (UNESA) diselenggarakan Rabu, 10 Mei 2023. Menyusul ujian selanjutnya yang akan berlangsung hingga 27 Mei. Secara keseluruhan, peserta UTBK mencapai 23.252 mahasiswa.
Jumlah itu mencakup peserta UTBK dari kalangan disabilitas. "Karena UNESA memiliki Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD). Jadi kami memperhatikan kalangan difabel, agar mendapat hak pendidikan mereka dengan layak," ujar Prof Budiyanto, Guru Besar Inklusi UNESA.
Peserta disabilitas menghadapi soal yang sama dengan para calon mahasiswa lainnya. Juga, dari segi waktu pengerjaan. "Sama, 90 menit. Untuk ujian disabilitas dimulai sejak 9.15 dan berakhir pada 12.45," ungkap Dr Wagino, Kepala Direktorat Disabilitas UNESA.
Penyandang tunanetra mendapat tempat ujian khusus. Berbeda dengan penyandang disabilitas lain seperti tunarungu, tunadaksa dan lain-lain. "Kalau calon mahasiswa tunarungu, misalnya, ikut ujian bersama mahasiswa yang lain. Perlakuan khusus hanya bagi tunanetra. Karena kami memiliki alat bantu khusus saat ujian," ungkap Prof Budiyanto.
Dalam ruangan ujian, terdapat pengawas reguler yang diambil dari tim PSLD disabilitas. "Pengawasnya dari dosen Pendidikan Luar Biasa UNESA, yang juga tim dari PSLD. Ia mengajar calon guru disabilitas atau Sekolah Luar Biasa," ungkap Dr Sukarmin, dari PSLD UNESA.
Untuk jumlah peserta UTBK Disabilitas, tahun lalu UNESA menerima 18 mahasiswa. Tahun ini, pelaksanaan UTBK untuk para difabel hanya berlangsung satu hari saja. Yakni pada 10 Mei.
"Jumlah calon mahasiswa peserta UTBK sebanyak enam orang. Tapi kami tak memikirkan apakah jumlahnya bertambah atau berkurang dibandingkan dengan tahun lalu. Yang penting, hak mereka tercukupi dan UNESA memfasilitasi," ungkap Prof Madlazim, Wakil Rektor bid 1 UNESA.
Jika para calon mahasiswa difabel diterima, maka akan ada orientasi bagi mahasiswa baru tersebut. "Sama seperti orientasi mahasiswa baru pada umumnya. Namun untuk disabilitas, akan diperkaya dengan misalnya, pengenalan tools atau sarana belajar mengajar bagi para difabel dan semacamnya," pungkas Prof Madlazim. (Guruh Dimas Nugraha)