Front court: Daerah depan lapangan.
Half court: Setengah lapangan.
Full court: Lapangan penuh.
Strong side: Daerah sering dimana bola berada.
Weak side: Daerah sering tanpa bola.
Dan kalau dipelajari lebih dalam, ada banyak sekali istilah teknis dalam basket. Dribble, Layup, Jump shot, Slam dunk, Rebound, Assist, Steal, Block, Turnover, Foul, Free throw, Three-point line, Fast break, Man-to-man defense, Screen, Pick and roll, Post-up, Alley-oop, hingga Shot clock.
Diksi-diksi itu penting dikuasai untuk membuat tulisan lebih hidup. Akan sangat aneh ketika membaca berita NBA dari jurnalis yang tidak paham istilah itu. Maka, perlahan saya mulai memperdalam dunia perbasketan.
Di awal-awal menulis berita NBA, jujur tulisan saya amburadul. Paragraf terlalu panjang. Penempatan titik, koma dan kutipan tidak tepat. Dan isi beritanya monoton: bagaimana seorang pemain atau atlet memberikan poin untuk timnya.
Sebelum menulis berita, saya sempat berdiskusi kepada beberapa teman yang memiliki ketertarikan terhadap pertandingan basket. Hal itu menambah pemahaman saya untuk menulis berita seputar NBA. Karena menurut saya, pemahaman google saja tidak cukup untuk menyajikan berita yang nantinya akan dibagikan kepada masyarakat luas, harus ada dasar yang dipahami sehingga tidak hanya sekedar menulis berita saja.
Namun, tetap saja tulisan itu masih penuh kesalahan. Redaktur muda Harian Disway Salman Muhiddin merasakan itu. "Kamu enggak paham basket ya?" katanya sembari tersenyum di depan laptopnya.
Sebelumnya, ia juga memberikan buuanyak sekali catatan melalui japrian WhatsApp. Kalimat dan paragraf dibedah. Banyak pengulangan yang tak perlu. Dari sana, catatan dan koreksi itu, saya banyak belajar.
"Enggak masalah. Aku dulu juga magang dikasih tugas nulis NBA. Bingung, setengah mati," ujar alumnus Sastra Inggris Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu. Ia seperti mengalami dejavu.
Rupanya ia juga punya masalah yang sama ketika magang. Banyak sekali istilah NBA yang harus dikuasai. Namun, tantangan itu tetap ia jalankan selama magang. Dan siapa yang menyangka, pengalaman magang itulah yang menjadi langkah pertama di 10 tahun karir jurnalistiknya.
"Bandingkan tulisan pertamamu, sama tulisanmu sekarang. Beda enggak?," lanjutnya. Saya manggut-manggut. Kalau dipikir-pikir, ternyata jauh banget kualitas tulisan pertama dan tulisan setelah empat bulan magang. Tulisan lebih rapi dan berisi. Rupanya, teman-teman magang lainnya juga merasakan hal serupa.
Yang meningkat tidak hanya kemampuan menulis. Wartawan juga harus memiliki kemampuan wawancara dan membangun jejaring. Dua hal itu jadi senjata utama reporter.
Karena itulah, saya juga diberi kesempatan liputan di berbagai acara penting. Antara lain: Kirab Piala Adipura Kencana Surabaya, Ziarah Indonesia Raya, Lukisan Sepanjang 30 Meter dan masih banyak lainnya.