Penjurian Lapangan Brawijaya Award (21): Ke Kanan Jauh, Ke Kiri Jauh, Akhirnya Menginap di Tengah

Jumat 23-06-2023,08:00 WIB
Reporter : Taufiqur Rahman
Editor : Noor Arief Prasetyo

“Ya kita wawancara biasa saja, ndan. Sama mungkin disiapkan 4 atau 5 orang pasien yang berobat. Mungkin bisa sambil kita lihat bagaimana proses pelayanannya,” kata saya. 

“Siap, laksanakan. Anu, benar cukup 5 orang saja pak?”

“Cukup ndan, tidak usah banyak-banyak,” 

Tiba di Tapen sekitar pukul 12.00. Ada waktu dua jam penilaian sebelum meluncur ke Desa Sumberkolak, Situbondo. Rumah Serka Tri tidak seberapa besar namun punya halaman luas. Di depannya ada sebuah bangunan kecil yang disulap jadi klinik. 

Di depan bangunan, sudah mengantre puluhan orang kampung, menunggu dibukanya klinik. 

“Lho kok akeh men?” tanya saya. 

Sekretaris Desa Cindogo Hamdi pun menjawab. “Anu, pak. Tadi sebenarnya sudah disiapkan 5 orang. Tapi orang-orang kampung yang melintas melihat pintunya pak Tri buka. Ndak tahu siapa yang menyebarkan, tahu-tahu sudah datang segini banyak,” kata Hamdi.

Tapi tidak papa, justru proses alami ini yang menunjukkan betapa Serka Tri dibutuhkan oleh masyarakat sekitar. Mereka yang berobat banyak yang sudah lansia. Ada yang sudah tidak jelas melihat, tidak jelas mendengar, sampai yang tidak bisa berjalan, dan menggunakan kursi roda kemana-mana. 

Ada yang tukang becak juga. “Habis berapa pak berobat barusan?” tanya saya iseng. 

“Habis 20 ribu,” katanya sambil ngeloyor pergi dengan becaknya. Sepertinya bakal langsung gas lagi. Nggenjot becak lagi.

Serka Tri biasanya buka jam 5 pagi setelah salat subuh. Tutup jam 7 ketika ia berangkat tugas ke Koramil Tapen. Pulang tugas jam 8 malam ia buka lagi. Tutup setelah pasien habis atau kantuk sudah tak bisa ditahan lagi.

 “Nah ini kok siang-siang pintunya pak tri buka. Akhirnya nyebar, he pak tri buka, pak tri buka,” cerita Hamdi. 

Selepas Bondowoso, kami lansung meluncur ke Sumberkolak, Situbondo. Bertemu dengan Sertu Eko Wahyudi yang menginisiasi peternakan kambing Babinsa Idaman Kandang Alas. Penilaian berlangsung lancar tanpa hambatan. Kecuali sedikit, yakni tim Honda cabang Situbondo yang kecewa karena tidak bisa membagikan brosur (flyering) promosi Honda BRV. 

“La ya gimana lagi. Di sini adanya cuman kambing,” kata saya. Padahal mereka sudah repot-repot membawa sebuah unit test drive yang kembar dengan tunggangan kami. Tapi memang titik penilaian berbeda-beda. 

Sekali meriah dan gegap gempita seperti Ledokombo. Disambut orang satu kampung. Sekalinya sepi, cuma ada gerombolan kambing. “Ya sudah mas, ndak papa,” kata tim promosi Honda. 

“Maaf ya mas, pokoknya saya berikan akses seluas-luasnya. Tapi kondisi di lapangan memang berbeda,” kata saya menjelaskan. 

Kategori :