HARIAN DISWAY – Prestasi membanggakan kembali diukir orang Indonesia. Dzaki Wardana, seorang cyclist (pesepeda) asal Tangerang, baru saja sukses menyelesaikan tantangan Trans Am Bike Race (TABR), Minggu dini hari, 25 Juni 2023, waktu Amerika Serikat.
TABR merupakan salah satu event ultra cycling (bersepeda jarak jauh) bergengsi di dunia. Event yang juga biasa disebut Trans America itu menantang pesertanya gowes sejauh 6.720 km. Membelah bagian tengah Amerika Serikat. Dari ujung barat ke ujung timur. Start dari Astoria, Oregon. Dan finis di Yorktown, Virginia.
Nah, Dzaki merupakan satu-satunya cyclist asal Indonesia yang mengikuti event ini. Ia termasuk dalam satu di antara 46 peserta TABR. Setiap peserta diberi waktu menuntaskan tantangan dalam 30 hari. Dzaki sukses melahap rute itu dalam 20 hari, 18 jam, dan 15 menit.
Luar biasanya, Dzaki berhasil masuk lima besar. Ia persis finis di urutan kelima. Padahal, dalam event ini ia berstatus debutan. Peserta lain banyak yang sebelumnya sudah mencoba TABR.
Yang membuat bangga, sepanjang perjalanan Dzaki mengkampanyekan sederet brand asli Indonesia. Ia bersepeda menggunakan merek sepeda lokal, Wdnsdy. Brand itu adalah milik Presiden Persebaya Azrul Ananda.
Selain sepeda, sepanjang perjalanan Dzaki menggunakan jersey buatan lokal, SUB Jersey. Ia juga hanya mengonsumsi suplemen asal Indonesia. Ada Strive, Antangin, dan Herbamojo.
Dzaki memulai tantangan TABR dari Astoria, Oregon, pada 4 Juni 2023. Ia finis sekaligus mengibarkan bendera Indonesia di Yorktown, Virginia, Minggu dini hari, 25 Juni 2023 pukul 3 waktu setempat. Atau sekitar pukul 15.00 WIB. Sehari, rata-rata Dzaki gowes sejauh 323 km, dengan kecepatan rata-rata 23,1 km per jam dan elevation gain 30.471 meter.
BANGGA, Dzaki WArdana mengibarkan bendera merah putih Yorktown Victory Monument, titik finis Trans Am Bike Race (TABR) di Yorktown, Virginia, pada Minggu dini hari, 25 Juni 2023 waktu setempat.-DBL Indonesia-
Setelah berhasil mencapai garis finis, Dzaki begitu terharu. Ia sempat menangis saat menceritakan pengalamannya mengikuti TABR. Ia mengaku cobaan di jalan hampir tiap hari ia temui.
"Saya tidak ada hentinya nangis. Tidak kuat sebenarnya, tapi karena ingat misinya membawa bendera merah putih untuk finis, ya saya kuat-kuatin dan akhirnya bisa tercapai,’’ tutur Dzaki. Ia merasa kuat karena dukungan dan doa dari semua pihak. Dari orang tua maupun semua teman-temannya. "Juga doa orang-orang yang saya temui di jalan," imbuhnya.
"Cobaanya ngeri sekali. Saya merasa kecil di sini. Semua karena Allah saya bisa finis dan membawa nama Indonesia. Menjadi salah satu finisher di acara paling sulit di dunia ultra cycling ini," ungkapnya.
Perjalanan Dzaki di TABR memang penuh tantangan. Bahkan ia mengaku nyaris mati ketika tak kuat menahan cuaca ekstrem saat menanjak di pegunungan di Colorado. Ketika itu Dzaki disambut hujan es.
Sejak awal, ia memang mengaku tantangan tersulit mengikuti TABR adalah cuaca. Tidak mudah bagi warga negara tropis mengikuti ajang ultra cycling dengan cuaca yang dinginnya ekstrem.
Tak hanya itu, perbedaan kultur juga ia rasakan. Ujian ketahanan mengikuti ultra cycling di Indonesia dan di luar negeri jauh berbeda. Cyclist Indonesia yang mengikuti ultra cycling di luar negeri harus pandai mengatur strategi perbekalan. Sebab AS tidak seperti Indonesia yang di sepanjang rutenya ada warung atau minimarket.
Dzaki juga harus pintar-pintar mengatur strategi menginap. Awalnya, ia berencana istirahat di tempat-tempat seadanya. Outdoor pun tak masalah. Namun gara-gara cuaca, strategi itu ia batalkan. Ia akhirnya memilih banyak beristirahat di motel. Itu pun, ia tak bisa leluasa memilih. Yang jadi pertimbangan utama adalah lokasi penginapan tidak boleh jauh-jauh dari rute TABR.