Eksepsi Johnny soal Diperintah Presiden Jokowi

Kamis 06-07-2023,04:00 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Sebagian media massa ikut memanasi, dengan memberikan judul mirip tabuh genderang perang, mirip Kompas. Jadi tambah seru.

Tapi, Menko Polhukam Mahfud MD lebih santai. Ia mengatakan begini:

”Bahwa Pak Johnny G. Plate melalui eksepsinya pada sidang hari ini di pengadilan mengatakan, proyek BTS merupakan arahan Presiden Jokowi melalui beberapa rapat, itu memang benar adanya. Saya juga hadir dalam rapat-rapat yang ada arahan-arahan itu.”

Dilanjut: ”Tetapi, itu arahan kebijakan yang menjadi bagian dari arahan umum untuk digitalisasi pemerintahan.”

Dilanjut: ”Itu adalah arahan presiden kepada semua menteri agar mengakselerasi digitalisasi pemerintahan. Jokowi menggariskan pencepatan pemerintahan berbasis elektronik (e-government). Bahkan, juga mengeluarkan Perpres SPBE atau sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, yakni, Perpres No 132 Tahun 2022.”

Akhirnya: ”Yang jelas, presiden mengarahkan agar digitalisasi pemerintahan diakselerasi. Tetapi, beliau selalu mewanti-wanti juga agar jangan korupsi dalam penggunaan anggaran negara.”

Sampai di sini, semua pihak benar. Dalam arti, pernyataan semua pihak sesuai fakta. Cuma, pernyataan pengacara Johnny itu memberikan umpan agar pernyataan tersebut dipelintir (dimanipulasi) publik. 

Pernyataan pengacara Johnny bukan suatu pelintiran. Melainkan, memberikan umpan untuk dipelintir. Oleh siapa pun. Bentuk pelintirannya (jika muncul) bunyinya bakal begini: ”O… pantas, proyek itu disuruh Presiden Jokowi.”

Kalau sudah muncul pelintiran itu, bakal berlanjut begini: ”Kalau begitu, terdakwa tidak salah, dong. Karena ia cuma disuruh.”

Terbukti, pengacara Johnny menuntut agar terdakwa dibebaskan dari dakwaan. Dengan demikian, asumsi ”umpan pelintiran” itu jadi klop (matching) dengan tuntutan bebas terdakwa. Bagai tumbu (wadah terbuat dari anyaman bambu) ketemu tutup. Klop. 

Pelintiran sangat berpotensi muncul karena situasi politik Indonesia sekarang tidak benar-benar stabil. Ada pihak-pihak yang berusaha keras mendiskreditkan pemerintah. Terutama ditujukan kepada Jokowi. Berkali-kali. Sejak awal Jokowi jadi presiden. Diawali isu bahwa Jokowi PKI, plonga-plongo, dan seterusnya.

Psikolog Inggris, Andrea M. Darcy, dalam karyanya yang berjudul Personal Accountability, Why You Need More of It, Now?, dipublikasi di Harley Therapy, Psychotherapy & Counselling,13 Maret 2023, menyebutkan:

Menyalahkan orang lain untuk kesalahan kita adalah seni yang bagus untuk membuat orang lain bertanggung jawab atas semua hal sulit yang terjadi pada kita. Dan, mayoritas masyarakat modern kita (di Inggris) senang menerima model begitu. Maka, disebut seni yang bagus.

Dilanjut, media massa (di sana) dibanjiri cerita tentang bagaimana semua masalah masyarakat harus ditimpakan kepada politisi atau teroris. Tapi, tidak ada yang bisa kita lakukan untuk perbaikan masyarakat. 

Gampangnya, masyarakat menyalahkan politisi (bisa juga pemegang kuasa pemerintahan) atau teroris, dan tindakan itu tidak berakibat untuk kesejahteraan masyarakat. Bukankah tujuan akhir hidup bernegara ialah membikin masyarakat makmur?

Menurut Darcy, dalam psikologi, itu disebut the self-serving bias. Bias, mementingkan diri sendiri. Dalam perspektif, orang yang punya salah tapi menyeret orang atau pihak lain masuk kesalahan tersebut.

Kategori :