SURABAYA, HARIAN DISWAY - Altar dewa-dewi, rupang Buddha di tengah. Asap dupa membubung. Harum. Umat yang tergabung dalam Perkumpulan Cetiya Buddha Dhamma Sangha Lotus, Pandegiling, Surabaya, berkumpul. Memenuhi tiap sudut ruang ibadah. Bersimpuh, mengatupkan tangan.
Pada Kamis, 6 Juli 2023, mereka menghaturkan puja bakti untuk Dewi Lao Mu atau Yao Chi Jin Mu. Dewi pelindung yang berulang tahun pada hari itu.
Dewi tersebut bersemayam di langit barat dan berelemen logam (emas). Maka disebut sebagai Jin Mu atau Bunda Emas. Ada pula yang menyebutnya Wang Mu atau Maharani.
"Layaknya seorang ibu, maka mari kita berdoa pada Yao Chi Jin Mu. Karena beliau mencurahkan perhatiannya kepada seluruh insan, termasuk kita," ungkap Hanadi Soehardjo Hartono, pemimpin peribadatan malam itu.
Setelah memanjatkan doa-doa awal, Hanadi didampingi David dan Purwohadi Kahar mengambil buku putih Kitab 88 Dewa, atau Lifo Chan Hui Wen. Kitab kebaktian Buddhis berisi mantra-mantra suci.
Untuk melafalkan tiap mantra dalam kitab itu, terlebih dulu umat wajib membersihkan diri. Baik jasmani dan rohani. Fisik maupun pikiran.
Lantas mereka menancapkan dupa dan menyiapkan segelas air. Air itu akan diminum usai membaca doa 88 Dewa.
Membaca mantra tersebut pada hari ulang tahun Yao Chi Jin Mu, dipercaya dapat menghilangkan karma buruk serta menyingkirkan halangan dalam hidup.
Pun, pemeluknya dapat mencapai kebajikan, seperti diajarkan Sang Buddha.
Seperti mantra Sukhavati Vyuha Dharani. Barang siapa rutin membaca mantra itu pada siang-malam, maka niscaya akan dilindungi oleh Buddha Amitabha dan segenap Boddhisatva.
"Bahkan mereka yang tekun membaca sebanyak 300 ribu kali, dapat melihat wujud Buddha Amitabha. Tentu dengan pikiran yang fokus dan tak memiliki ambisi apa pun," ujar Purwohadi.
Satu per satu mereka melakukan penghormatan di depan rupang Yao Chi Jin Mu, yang terletak di sudut kanan altar. Mereka berharap aura kebajikan yang pernah dilakukan Sang Dewi saat dia berada di dunia, dapat terserap di hati dan pikiran.
Usai peribadatan, para umat membakar kertao toa kim di tungku yang telah disiapkan. Ritus pembakaran tersebut sebagai pelaksanaan tradisi Tiongkok, sebagai wujud menghaturkan doa bagi para Dewa-Dewi di kahyangan. (Guruh Dimas Nugraha)