SURABAYA, HARIAN DISWAY- DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Jatim ingin pegang palu lagi di DPRD Jatim. Sejak awal, mereka memiliki target tinggi: 44 kursi. Hingga kini, target itu tidak pernah berubah. Walau kader terbaik mereka: Whisnu Sakti Buana wafat 28 Mei 2023 lalu.
Di masa perbaikan berkas bakal calon legislatif (Bacaleg) kemarin, Whisnu digantikan anaknya: Aura Dewangga Buana Putra. Kebijakan lain partai berlambang banteng moncong putih ini adalah mengembalikan Agustin Poliana untuk bertarung di dapil Surabaya untuk merebut kursi DPRD Jatim.
BACA JUGA:Wisnu Sakti Buana, Sang Loyalis PDI Perjuangan Kota Pahlawan yang Telah Berpulang
Target partai itu di dapil Surabaya sebanyak empat kursi. Di periode sebelumnya, partai itu hanya mendapatkan tiga kursi saja. “Masih target tetap. Tidak diturunkan,” kata Plh DPD PDI-P Jatim Budi Sulistyono, Selasa, 11 Juli 2023.
Mochtar W Oetomo, salah satu pengamat politik mengatakan, keputusan PDI-P dengan menarik kembali Agustin Poliana sangat tepat. Karena, walaupun Dewangga merupakan putra Whisnu, namun popularitas, akseptabilitas, dan elektabilitas tidak akan sama.
“Apalagi ini merupakan kali pertama mas Dewangga terjun dalam politik elektoral. Jadi, tentu tantangannya sangat berat. Dapat empat kursi itu sangat berat. Jika dulu ada Fuad Bernardi dan Pak Whisnu, target itu mungkin tercapai. Tapi kalau sekarang berat,” ungkapnya.
Ia berpendapat, dengan masuknya Dewangga menggantikan ayahnya, akan mengubah peta politik. Target yang mungkin bisa dilakukan adalah mempertahankan kursi yang telah didapat: tiga kursi di Indrapura --sebutan untuk kantor DPRD Jatim.
Tugas terberat Dewangga adalah memenangkan hati partisipan ayahnya. Minimal 60 persen dari total semua pendukungnya. “Jika itu dilakukan, bisa dipastikan beliau mendapatkan satu kursi di DPRD Jatim,” ungkapnya.
Hanya saja, jika pemuda 21 tahun itu tidak bisa mengelola basis suara sang ayah, itu akan menjadi keberuntungan untuk partai lain. Terutama, beberapa partai yang tidak mendapatkan kursi dari dapil satu.
Pendapat yang sama juga diberikan pengamat politik lainnya, Moch Mubarok Muharram. Pasca meninggalnya Whisnu, ada kekhawatiran tersendiri dari PDI Perjuangan yang akan kehilangan suara. Karena Whisnu memiliki basis massa tersendiri.
Karena itu, partai berwarna dasar merah itu kembali menarik Titin. Walau, secara ketokohan dan basisnya, tidak sekuat mantan wakil wali kota Surabaya itu. “Setidaknya berkurangnya tidak terlalu banyak,” ucapnya.
Sementara, Dewangga bisa mempertahankan partisipan Whisnu yang lainnya. Karena, anak dan bapak pasti akan ada perbedaan. Mulai dari jaringan massa dan pengalaman politik pasti berbeda. Komunikasi politiknya pun berbeda.
“Jadi, sudah dipastikan, keberadaan Dewangga tidak akan sekuat Pak Whisnu. Sehingga, kehadiran Bu Titin ini yang nantinya akan memperkuat. Tapi, saya baca, ini salah satu upaya PDI-P untuk mempertahankan suara pak Whisnu tetap ke partai tersebut,” terangnya.
Namun ia menilai, keputusan partai untuk merangkul Dewangga bukan sebagai ‘boneka’ partai. Atau hanya sekedar pelengkap. Tapi, lebih pada mempertahankan partisipan Whisnu dan merangkul generasi muda di usia Dewa.
“Kalau cuma jadi boneka atau memenuhi kuota bacaleg di KPU, gak perlu mas Dewa. Banyak kader PDI-P yang mau maju nyaleg. Tapi akhirnya gak bisa karena kuota sudah penuh. Namun, Dewangga harus bekerja keras untuk bisa mendapatkan satu kursi,” bebernya. (*)