Korupsi di Basarnas, kok Bisa OTT?

Jumat 28-07-2023,23:53 WIB
Reporter : Djono W. Oesman
Editor : Yusuf Ridho

Ketika sebuah perusahaan swasta memberikan suap kepada pejabat dalam tender proyek pengadaan barang dan jasa, itu dapat segera terbaca. Apalagi jika tender dilakukan secara transparan. Misalnya, e-katalog yang seperti dikatakan Jokowi.

Dalam tender versi kuno pun, setelah pemenang tender diumumkan, mereka yang kalah bakal menyelidiki, siapa si pemenang, bagaimana ia bisa menang? Tujuannya, menganalisis jika perusahaan yang kalah akan ikut tender lagi di waktu mendatang.

Penyelidikan itu bakal sampai pada titik yang mencurigakan. Setidaknya, dugaan ada sesuatu persekongkolan antara pihak peserta tender dan pihak penentu pemenang tender. Itu logika sederhana. 

Jika logika sederhana tersebut dilanjutkan dengan penyelidikan lebih mendalam, bakal ditemukan celah yang mendekati suatu persekongkolan rahasia antara pemenang tender dan penentu pemenang tender. 

Lebih mengerucut lagi, bakal ditemukan dugaan yang mengarah transaksional. Jelasnya, suap dari pemenang tender dengan penentu pemenang tender. Lebih detail lagi, bakal diketahui, kapan pembayaran uang suap itu dilaksanakan.

David E. Osborne adalah pakar strategi hukum di Amerika Serikat kelahiran 1 Juni 1951. Ia dulu penasihat senior Wakil Presiden AS Al Gore pada 1993. Kini ia direktur proyek Progressive Policy Institute tentang Reinventing America’s Schools.

Ia menulis, suap sangat merugikan rakyat. Rakyat membayar pajak. Namun, uang hasil pajak yang masuk ke kas negara, kemudian digunakan untuk aneka proyek, ternyata dikorupsi dengan cara suap. 

Proyek dengan suap pasti menghasilkan pekerjaan yang buruk. Padahal, hasil proyek itu untuk kepentingan masyarakat. Alhasil, rakyat dirugikan. 

Analisis Osborne itu persis diterapkan dalam kasus korupsi di Basarnas. KPK menerima laporan masyarakat tentang dugaan suap di proyek pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan bencana.

Info itu biasanya akurat. Pasalnya, pasti berasal dari orang di lingkaran tender tersebut. Paham proses yang terjadi.

Jika tidak, bagaimana mungkin aparat KPK bisa tahu persis pelaksanaan pembayaran uang suap? Lengkap, tempat dan waktu penyerahan uang. Menghasilkan OTT.

OTT pasti memalukan Indonesia di mata dunia. Juga, mengerikan bagi calon investor asing yang akan berinvestasi di Indonesia. Ngeri ditangkap KPK. 

Sebab, seumpama calon investor itu bersih alias tidak korup, tapi dipaksa memberikan suap oleh pejabat publik Indonesia yang korup, dan investor terpaksa memberi demi tujuan bisnis, selesailah sudah reputasi mereka. Di situ ngerinya. (*)

 

Kategori :