Pun, terhadap sebutan Firaun oleh Emha Ainun Nadjib. Jokowi bahkan menyambangi Emha ketika sakit dan dirawat di Yogyakarta.
Terhadap Fadli Zon dan Fahri Hamzah juga demikian. Jokowi menganugerahkan penghargaan Bintang Mahaputera Nararya yang diberikan kepada warga sipil yang dianggap telah berjasa secara luar biasa.
Fadli Zon sudah pensiun sebagai pengkritik Jokowi meski masih berada di parlemen. Fahri Hamzah juga sudah pensiun, bahkan sekarang mulai rajin memuja-muji Jokowi.
BACA JUGA:Indonesia Naik Kelas, Rakyat Makin Sejahtera?
BACA JUGA:Kerisauan Prof Haedar
Maklum, sebagai pemimpin Partai Gelora –yang merupakan sempalan PKS yang menjadi partai oposisi– Fahri harus menempatkan positioning-nya yang jelas. Karena itu, sekarang Fahri sudah jauh lebih jinak kepada Jokowi.
Dalam pidato kenegaraan itu, Jokowi juga sambat atas sebutan ”Pak Lurah” yang selama ini beredar di lingkungan masyarakat politik.
Jokowi mengatakan sudah sering mendengar sebutan Pak Lurah. Bahkan, belakangan ini sebutan itu sangat santer karena dihubungkan dengan lahirnya koalisi besar pendukung Prabowo.
BACA JUGA:Ekspor Pasir Laut
BACA JUGA:Despotisme Baru Petugas Partai
Pekan lalu Partai Golkar dan PAN (Partai Amanat Nasional) bergabung dengan koalisi Partai Gerindra dan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Bergabungnya PAN dan Golkar disebut-sebut sebagai arahan ”Pak Lurah” yang mendukung Prabowo sebagai calon presiden pilihan.
Jokowi mengaku kaget bahwa ternyata Pak Lurah itu sebutan yang dilekatkan kepada dirinya. Jokowi mengatakan, dirinya bukan lurah, melainkan presiden Republik Indonesia.
Jokowi rupanya menganggap serius sebutan Pak Lurah itu. Ia merasa bahwa sebutan tersebut merendahkan martabatnya. Ia juga membantah telah mengarahkan parpol untuk membentuk koalisi tertentu.
BACA JUGA:Sandi vs Erick
BACA JUGA:Borong Jabatan
Para politikus berpendapat lain. Ketua Partai Nasdem Surya Paloh menganggap sebutan itu sebagai joke politik saja. Tidak ada yang serius dengan sebutan tersebut.