Indonesia Naik Kelas, Rakyat Makin Sejahtera?

Indonesia Naik Kelas, Rakyat Makin Sejahtera?

Ilustrasi kenaikan pendapatan per kapita rakyat Indonesia. --

INI kabar baik bagi kita. Indonesia kembali masuk kelompok negara berpendapatan menengah atas. Upper-middle income country (UMIC). Gross national income (GNI) per kapita pada tahun 2022 mencapai USD 4.580. Naik 9,8 persen dari 2021 (USD 4.170). Kini ambang batas GNI per kapita UMIC adalah USD 4.466.

Tahun 2019, sebenarnya Indonesia sudah masuk kelompok UMIC dengan GNI per kapita USD 4.070. Namun, akibat pandemi Covid-19, Indonesia turun lagi ke lower-middle income country di tahun 2020. Hanya dalam waktu dua tahun, Indonesia sudah kembali meski sebenarnya ambang batas UMIC telah dinaikkan.

Keberhasilan itu patut disyukuri karena  terjadi di tengah ancaman ekonomi global akibat ketegangan geopolitik. Perang Rusia-Ukraina telah membuat inflasi global melonjak, termasuk di negara dengan ekonomi paling menentukan, Amerika Serikat (AS). Upaya AS meredam inflasi dengan menaikkan tingkat bunga berlipat-lipat berdampak pada ekonomi negara-negara di dunia. Termasuk Indonesia. 

BACA JUGA:Ekonomi Syariah sebagai Sumber Pemulihan

BACA JUGA:Hantu Demokrasi atau Pemulihan Ekonomi

BACA JUGA:Penggerak Ekonomi Syariah

Pemulihan income per capita itu tak lepas dari keberhasilan penanganan Covid-19 dan program pemulihan ekonomi nasional. Utamanya adalah bantalan sosial yang mampu menjaga daya beli masyarakat. Juga, melindungi jatuhnya warga rentan miskin ke miskin dan warga miskin ke miskin ekstrem. 

Meski menjadi kabar baik, kembalinya Indonesia dalam kelompok UMIC itu juga harus diwaspadai. Sebab, tingginya GNI per kapita yang mencapai USD 4.580 (sekitar Rp 71 juta) per orang per tahun itu belum tentu merepresentasikan kesejahteraan masyarakat. Belum tentu masyarakat makin sejahtera atau kembali seperti sebelum pandemi.

Pertama, GNI per kapita yang tinggi itu disebabkan berkah kenaikan harga komoditas dunia. Harga batu bara, nikel, dan berbagai barang tambang serta crude palm oil (CPO) meningkat tajam seiring dengan pemulihan ekonomi global. Indonesia yang kaya barang tambang dan CPO pun memperoleh berkah.

Lihat saja transaksi perdagangan kita. Ekspor nonmigas mengalami surplus 36 bulan berturut-turut. Sejak Mei 2020. Secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia periode Januari–Mei 2023 mengalami surplus USD 16,48 miliar. Surplus perdagangan periode itu terdiri atas surplus nonmigas sebesar USD 24,32 miliar dan defisit migas sebesar USD 7,83 miliar.

Mulai menurunnya harga komoditas dunia tampak sangat berdampak terhadap surplus perdagangan. Jika Maret surplus perdagangan mencapai USD 2,9 miliar, Mei lalu turun drastis hingga tinggal 0,44 miliar. Jika tren harga komoditas terus melandai, transaksi perdagangan kita bisa berbalik menjadi defisit. 

Melihat fakta di atas, bisa dikatakan bahwa kenaikan GNI per kapita didorong oleh peningkatan pendapatan perusahaan-perusahaan dan penduduk kelas atas. Laba perusahaan yang besar menyebabkan pendapatan para pemegang saham meningkat drastis. Itu berdampak pada GNI per kapita yang meningkat. 

Keadaan seperti itu menyebabkan terjadinya paradoks perekonomian. Pertumbuhan tinggi dan kenaikan pendapatan tidak berdampak pada menurunnya tingkat kemiskinan. Penduduk miskin masih saja besar dan tidak turun signifikan meski ekonomi makin baik. Dengan demikian, keberhasilan Indonesia masuk kelompok negara dengan upper-middle income country tidak diikuti dengan kenaikan kesejahteraan masyarakat dan menurunnya penduduk miskin. Yang menikmati kenaikan income hanya kalangan atas.

Kedua, hati-hati dengan middle income trap. Jebakan pendapatan kelas menengah. Middle income trap adalah istilah yang mengacu pada keadaan ketika sebuah negara berhasil mencapai ke tingkat pendapatan menengah, tetapi tidak dapat keluar dari tingkat tersebut untuk menjadi negara maju. Istilah itu diperkenalkan Bank Dunia pada medio 2006. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: