HARIAN DISWAY- Banyak substansi peraturan turunan UU Kesehatan dibahas dalam Public Hearing Rancangan Peraturan Pemerintah (PP) Kesehatan. Substansi Pendanaan Kesehatan dibahas, Rabu, 20 September kemarin di Jakarta.
Berbagai individu yang memiliki kepentingan turut hadir dalam pertemuan itu. Salah satunya, Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK), Syarifah Liza Munira.
“Substansi pendanaan kesehatan sangat penting. Pasalnya, belanja kesehatan per orang per tahun selalu tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekonomi per orang per tahun suatu negara,” ujar Syarifah dalam kata sambutannya.
Liza ingin Indonesia dapat belajar dari jumlah belanja sektor kesehatan negara-negara lain.
Dia menyadari poin pentingnya bukan pada pengeluaran dana sebanyak-banyaknya, melainkan pendanaan kesehatan dapat mencukupi, teralokasi dengan baik, efisien, dan berkesinambungan.
Selain itu, Liza membahas terkait konsep berbasis kinerja yang dikedepankan dalam undang-undang kesehatan.
“Sumber-sumber pendanaan harus dicatat, dimonitor, dan dialokasikan dengan baik. Aspek lain yang akan diatur adalah mengenai pemanfaatannya,” imbuhnya.
Lain halnya dengan Kunta Wibawa Dasa Nugraha selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan.
Dia menyoroti hal lain. Terkait adanya penghapusan mandatory spending pada UU Kesehatan.
“Peraturan turunan Undang-Undang Kesehatan akan mengubah pola pikir dari mandatory spending menuju program yang jelas output dan outcome-nya,” tuturnya.
“Sehingga diperlukan perencanaan yang harus lebih baik, supaya kita menganggarkan sesuai program yang jelas,” sambungnya.
Dalam diskusi itu, hadir pula pakar, akademisi, perwakilan kementerian/Lembaga, Mitra Pembangunan, organisasi profesi, dan internal Kementerian Kesehatan.
Berbagai pandangan dan masukan diberikan untuk keberlangsungan UU Kesehatan ini bila diterapkan ke depannya.
Salah satunya pandangan dari Prof. Ascobat Gani. Dia menyatakan perlu adanya penyebutan secara jelas mengenai program yang didanai secara spesifik.