BACA JUGA:Momen Presiden Jokowi Menggendong Kaesang
Potret Bung Karno menjadi ikon PDIP. Ke mana-mana Mega dan Puan selalu mengutip Bung Karno. Juga, tongkatnya.
PDIP pun identik dengan trah Bung Karno. Megawati adalah ketua umum partai terlama, sudah 28 tahun. Puan kini menjadi waiting list seperti ”putri mahkota”.
PSI? Kini langsung berada di bawah kendali keluarga Jokowi. Kaesang menjadi nakhoda. Selain itu, para relawan Jokowi geras keras seperti Projo mulai masuk.
BACA JUGA:Gibran pun Ngeri pada Beking Tambang
BACA JUGA:Gibran Masuk Lintasan
Lain halnya dengan Gibran dan Bobby di PDIP, posisi mereka adalah kader. Istilah populernya: petugas partai. Jokowi sekalipun juga petugas partai.
PDIP memang macan, tapi Gibran hanya ekor. PSI itu kucing, tapi Kaesang adalah kepala kucing.
Bagi keluarga Jokowi, bisa dibilang PDIP adalah rumah lama dan masih ditempati. Dua kali Jokowi jadi wali kota Solo, satu kali menang di pilkada Jakarta, dan dua kali pilpres semuanya lewat PDIP. Di tambah lagi Gibran Rakabuming Raka jadi wali kota Solo dan Bobby Nasution yang memenangkan wali kota Medan.
BACA JUGA:Langkah Politik Gibran
BACA JUGA:Wali Kota Gibran Rakabuming Dukung Honda DBL 2021 Seri Jateng Digelar di Solo
Total sudah tujuh kali PDIP memberikan tiket kepada keluarga besar Jokowi. Semuanya menang.
Apakah PSI akan menjadi rumah baru bagi Jokowi? Atau rumah masa depan?
Kalau kita cermati proses Kaesang bergabung dengan PSI, Jokowi sangat serius.
Saat Kaesang sudah bersiap-siap ikut pilkada Kota Depok, Jokowi langsung memveto. Di depan para pemred, ia mengatakan, anak bungsunya itu tidak akan ke Depok karena akan jual pisang (berbisnis).
Namun, ia bersikap berbeda ketika Kaesang memilih bergabung dengan PSI dan menjadi ketua umum. Merestui. Mempersilakan anaknya menentukan pilihan.