Buntut Perang Israel vs Hamas, Platform Medsos X Kebanjiran Berita Hoax

Kamis 12-10-2023,03:30 WIB
Reporter : Salsa Amalia
Editor : Heti Palestina Yunani

HARIAN DISWAY - Selang beberapa jam setelah kelompok bersenjata Palestina Hamas menyerang Israel pada Sabtu 7 Oktober 2023, X, jejaring sosial milik salah seorang orang terkaya di dunia, Elon Musk, dibanjiri dengan video, foto, dan informasi yang menyesatkan terkait konflik tersebut.

 

“Bayangkan jika hal ini terjadi di sekitar kita bahkan pada keluarga Anda,” tulis Ian Miles Cheong, komentator yang sering berinteraksi dengan Musk, saat membahas salah satu video yang menurutnya sedang menunjukkan pasukan militer Palestina membunuh warga Israel.

 

Seperti diketahui, X memiliki fitur yang memungkinkan pengguna untuk menambahkan video ke dalam postingan. Ternyata, fitur ini disalahgunakan dengan menyatakan bahwa orang-orang di dalam unggahan video tersebut adalah anggota penegak hukum Israel, bukan Hamas.

 

Dilansir dari Al Jazeera, video tersebut dikabarkan masih tayang hingga kini dan telah ditonton jutaan kali. Ratusan pengguna akun X lainnya juga telah membagikan video tersebut dalam platform tersebut. Beberapa di antaranya ialah akun yang bertanda centang biru.

 

Penyebaran berita palsu yang sengaja disebarkan terkait perang dan konflik yang terjadi antara Israel-Palestina ini juga tersebar di jejaring sosial lain seperti Facebook, Instagram, serta TikTok.

 

Namun, dengan adanya kebijakan baru Elon Musk yang memudahkan siapa pun untuk memiliki akun berverifikasi tanda centang biru dengan membayar tiap bulan, membuat platform tersebut mengalami dampak paling buruk terkait keaslian suatu pemberitaan yang tengah beredar. 

 

Pada Senin 9 Oktober 2023 lalu, X menyatakan selama akhir pekan lalu terdapat lebih dari 50 juta postingan di platform itu terkait konflik Israel dengan Gaza.

 

BACA JUGA: Perang Israel - Hamas: Intip Kekuatan Militer Kedua Belah Pihak

 

Menanggapi hal ini, perusahaan Elon Musk mengatakan bahwa mereka telah menghapus akun-akun baru yang berkaitan dengan Hamas yang menyebabkan meningkatnya puluhan ribu unggahn terkait ujaran kebencian dan memperbarui kebijakan terkait postingan seperti apa yang dinilai layak untuk dibagikan dalam platform tersebut.

 

Selama beberapa tahun terakhir, pelaku kejahatan telah berulang kali menggunakan platform media sosial untuk menyebarkan hoax sebagai respons terhadap konflik yang terjadi di dunia nyata.

 

Misalnya pada 2019, Twitter dan Facebook dibanjiri rumor dan hoaks ketika India dan Pakistan, dua negara yang memiliki sumber daya nuklir berada di ambang perang pada saat itu. Setelah Pakistan menembak jatuh dua pesawat tempur milik India dan menangkap seorang pilot India.

 

Masih terkait kasus yang sama, pada minggu ini, seorang pengguna media sosial X, The Indian Muslim, membagikan video berjudul “Semakin banyak kekuatan untukmu #Hamas”, mengklaim bahwa dalam video tersebut merupakan seorang anggota bersenjata Hamas menembakkan meriam besar yang ditopang dengan bahu dan berhasil menjatuhkan helikopter milik Israel.

 

BACA JUGA: Mengenal Lebih Jauh Hamas, Faksi Palestina yang Bikin Israel Murka

 

Berbagai peneliti berita palsu menunjukkan bahwa rekaman video tersebut ternyata berasal dari video game bernama Arma 3. Hingga saat ini postingan tersebut telah ditonton lebih dari setengah juta kali tayangan. 

 

Selain itu terdapat postingan dari Jim Ferguson, seorang influencer media sosial asal Inggris, yang mengklaim bahwa sosok tentara yang berada dalam foto tersebut merupakan tentara Hamas yang sedang menggunakan senjata milik Amerika Serikat yang ditinggalkan di Afghanistan untuk menyerang Israel.

 

Dilansir dari Al Jazeera, fakta yang benar adalah bahwa  di dalam foto tersebut sebenarnya merupakan tentara Taliban pada 2021, bukan Hamas. Celakanya, unggahan Fergusson yang masih ada dalam platform tersebut, telah dilihat lebih dari 10 juta kali.

 

“Ada rekaman lama yang digunakan kembali beredar secara online dengan jumlah yang sangat banyak dan menyulitkan pengguna untuk membedakan mana yang benar dan mana yang tidak,” kata Dina Sadek, Peneliti Timur Tengah Dewan Atlantik di DFRLab.

 

Sadek juga menambahkan bahwa penyebaran berita palsu seputar serangan itu juga menyebar ke platform lain. “Beberapa video TikTok terkait serangan itu pun masuk ke X dan beberapa rekaman yang pertama kali muncul di Telegram juga muncul di X,” katanya.

 

"B anyaknya orang-orang yang menyebarkan berita bohong dan ujaran kebencian mengenai krisis antara Israel-Gaza, dibarengi dengan kepintaran algoritma s ecara agresif mempromosikan konten viral, menjadi alasan mengapa media sosial menjadi tempat yang buruk untuk mengakses informasi yang dapat dipercaya,” kata Imran Ahmed, CEO Pusat Penanggulangan Kebencian Digital. (Salsa Amalia)

Kategori :