PARA undangan di smelter PT Freeport Indonesia di Gresik. -Bagong Suyanto untuk HARIAN DISWAY-
Setiap kegiatan tersebut akan melibatkan semangat sinergi dari semua pihak secara terus-menerus membangun dan menciptakan kesejahteraan dan pada akhirnya akan tercipta kemandirian dari masyarakat yang terlibat dalam program CSR tersebut.
Menurut informasi dari divisi CSR PT FI, selama ini berbagai bentuk program investasi sosial sudah dikembangkan PT FI. Mulai program dukungan UMKM hingga pemberian permodalan dan pelatihan.
Di bidang lingkungan, PT FI telah pula mendorong upaya pemeliharaan kesehatan sungai dan laut, pemulihan lahan, dan pengelolaan sampah masyarakat. Selain itu, PTFI mengembangkan program pengembangan warisan budaya dalam bentuk program pelestarian artefak sejarah. Misalnya, program mendokumentasikan sejarah untuk warisan bagi generasi mendatang.
Tujuan utama dari program CSR yang dikembangkan PT FI adalah meningkatkan kemampuan individu dan kelembagaan untuk memimpin dan melaksanakan upaya yang menciptakan ketahanan sosial terhadap berbagai guncangan dan gangguan ekonomi dan sosial serta merencanakan masa depan yang lebih baik.
Meski telah dikembangkan berbagai program CSR bagi masyarakat di ring 1 di sekitar lokasi proyek, harus diakui tidak semua membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Untuk menjamin masyarakat lokal di sekitar lokasi proyek menerima kehadiran PT FI, ternyata masih sering diwarnai berbagai bentuk resistansi masyarakat.
Salah satu isu utama yang menjadi perhatian dan keluhan masyarakat lokal adalah rekrutmen pegawai atau pekerja yang dinilai masih belum sesuai harapan. Berdasar catatan data dari divisi CSR PT FI, beberapa aktivitas warga lokal yang mempersoalkan rekrutmen pekerja dan isu-isu keadilan adalah sebagai berikut.
Pertama, aksi demonstrasi masyarakat terhadap manajemen kepala desa di desa-desa di sekitar lokasi proyek mengenai pengelolaan manfaat yang diberikan PT FI, mulai proses pendaftaran pekerja hingga soal alokasi keuntungan dari hasil yang diterima dari PTB. Sebagian masyarakat masih tidak puas dengan pengelolaan dana program CSR yang dinilai kurang transparan.
Kedua, soal keadilan dalam proses perekrutan pekerja. Terkadang masih terjadi masyarakat di desa satu merasa kurang puas ketika ada desa lain yang warganya lebih banyak direkrut perusahaan dan lolos seleksi. Bagi sebagian warga, distribusi pekerja yang lolos seleksi yang tidak sama dinilai tidak adil karena jumlah kandidat yang lulus penilaian lebih sedikit dari desa ring 1 lainnya.
Ketiga, adanya tuntutan Serikat Pekerja SEKBER terkait kurangnya rekrutmen yang memberikan kesempatan masyarakat lokal untuk dapat terserap di pabrik dan permintaan untuk dilibatkan dalam proses rekrutmen operasional PT FI.
Keempat, adanya tuntutan peluang kerja yang digelar mahasiswa asal Papua agar mereka mendapatkan kesempatan direkrut di smelter yang dioperasikan PT FI. Dalam pandangan para mahasiswa tersebut, sumber daya alam yang dikelola perusahaan dipersepsi berasal dari tempat tinggal mereka sehingga mereka merasa sah jika menuntut diberi kesempatan prioritas dalam proses rekrutmen pekerja.
Di luar tuntutan yang berkaitan dengan rekrutmen pekerja, dari masyarakat lokal ada pula isu tentang kompensasi tanah di kawasan JIIPE. Ada warga desa yang mengklaim sebagai ahli waris yang sah atas tanah di dalam area PT FI. Karena itu, mereka kemudian meminta ganti rugi kepada PT FI.
Kesulitan yang Dihadapi
Sebagai perusahaan besar, PT FI sebetulnya bukan tidak memahami arti penting melibatkan masyarakat lokal agar dapat terlibat dalam kegiatan produksi di smelter maupun kegiatan usaha lain yang dikembangkan di Gresik. Namun, yang menjadi masalah, upaya untuk melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan produksi di PT FI ternyata bukan hal yang mudah.
Menurut penuturan divisi CSR PTFI, sebetulnya pihak perusahaan telah berusaha merekrut masyarakat lokal sebagai pekerja perusahaan. Namun, ada kasus ketika ada warga lokal benar-benar telah direkrut, ternyata hanya dalam tempo dua hari atau tidak lebih dari sebulan mereka meminta keluar dari kerja yang dijalani karena merasa tidak cocok dengan irama dan beban kerja yang harus dilakukan.