HARIAN DISWAY - Pemerintah Iran membantah klaim Amerika Serikat (AS) yang menyebutkan bahwa pesawat tak berawak yang diluncurkan dari Iran telah menghantam sebuah kapal tanker kimia di Samudera Hindia.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani, menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat.
"Dengan tegas kami menolak tuduhan berulang-ulang ini karena tidak berdasar. AS seharusnya menghadapi tuduhan atas peran mereka dalam konflik Israel di Gaza," ujar Kanaani dalam sebuah pengarahan yang dilansir oleh Reuters pada hari ini.
Klaim AS muncul setelah Pentagon mengumumkan bahwa sebuah kapal tanker kimia di Samudera Hindia telah dihantam oleh pesawat tak berawak Iran pada Sabtu, 23 Desember 2023.
Itu menandai serangan yang ketujuh kalinya terhadap kapal komersial sejak tahun 2021.
Seorang pejabat Departemen Pertahanan AS menjelaskan bahwa serangan tersebut terjadi pada pukul 10 pagi waktu setempat (6 pagi waktu Greenwich) di perairan Samudera Hindia, sekitar 200 mil laut dari pantai India.
BACA JUGA:125 Tentara Israel Tewas, Netanyahu Respons Begini..
BACA JUGA:Biden Telponan Lama Dengan Netanyahu, Tidak Ada Bahasan Gencatan Senjata
Kapal yang menjadi sasaran adalah "CHEM PLUTO," sebuah kapal tanker kimia berbendera Liberia yang dimiliki oleh Jepang dan dioperasikan oleh Belanda.
Serangan dilakukan menggunakan drone satu arah yang ditembakkan dari Iran, dan meskipun berhasil mencapai targetnya, tidak ada laporan korban jiwa.
Api yang muncul di kapal tanker tersebut juga berhasil dipadamkan, dan pejabat pertahanan AS menyatakan bahwa tidak ada kapal Angkatan Laut AS yang berada di sekitar lokasi serangan.
Pada hari sebelumnya, media pemerintah Iran melaporkan bahwa Angkatan Laut Iran telah menerima pengiriman rudal jelajah dengan jangkauan 1.000 km serta helikopter pengintai, sebagai respons terhadap meningkatnya serangan terhadap jalur pelayaran setelah pecahnya perang Israel dan Palestina sejak 7 Oktober 2023.
Ketegangan antara Iran dan AS semakin memanas dengan pernyataan keras dari kedua belah pihak, sementara dunia memantau perkembangan situasi di kawasan tersebut. (*)