Ia menduga kalau, adanya pengadaan barang yang melibatkan orang dalam, pasti ada kerja sama bisnis di dalamnya. Sehingga rawan untuk terjadi markup, dan pemilihan barang dengan kualitas rendah.
“Kalau procurement atau pengadaannya dengan ordal itu adalah alutsista, maka kompleksitas dan risikonya menjadi lebih tinggi. Alutsista yang dibeli bisa tidak semestinya yang berarti tidak efektif dan efisien bagi kebutuhan atau spefisikasi sistem pertahanan dan keamanan Indonesia,” lanjutnya.
Mengenai Alutsista, jika barang yang digunakan oleh TNI dan Polri adalah barang bekas dan tidak berkualitas, maka itu bisa membahayakan nyawa TNI atau Polri.
Reiza menambahkan, soal prinsip audit perangkat yang mengutamakan keselamatan pengguna. Sehingga TNI dan Polri bisa dengan leluasa untuk mengamankan masyarakat, tanpa ada rasa takut, soal Alutsista yang digunakan. (*)