HARIAN DISWAY - Kerajaan Arab Saudi memberikan pernyataan resmi terkait situasi di Yaman setelah Amerika Serikat (AS) dan Inggris melancarkan serangan terhadap milisi Houthi.
Menurut laporan dari Media Lebanon, Al Mayadeen, Kementerian Luar Negeri Saudi mengungkapkan komitmennya untuk terus memantau perkembangan di tetangga selatannya itu.
"Saudi menekankan pentingnya menjaga keamanan dan stabilitas regional di Laut Merah dan meminta (para pihak) menahan diri dan menghindari eskalasi," demikian keterangan yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri Saudi, Jumat 12 Januari 2024.
Sebelumnya, AS mengumumkan serangan langsung ke wilayah Yaman sebagai upaya untuk menggempur milisi Houthi.
Serangan itu dilakukan sebagai respons terhadap serangkaian aksi Houthi yang menyasar kapal dagang di Laut Merah.
Houthi mengklaim bahwa serangan tersebut merupakan bentuk solidaritas terhadap warga Palestina dalam konflik antara milisi penguasa Gaza, Hamas, dan Tel Aviv.
BACA JUGA:Afrika Selatan Tuduh Israel Sengaja Ciptakan Kondisi Gaza Tidak Layak Huni
BACA JUGA:Sidang Mahkamah Internasional Dimulai, Afrika Selatan Tuduh Israel Lakukan Genosida Warga Palestina
Ancaman Houthi untuk menyerang kapal-kapal negara-negara sekutu Israel turut menciptakan ketegangan di kawasan tersebut.
Dilnsir dari CNBC, AS membentuk koalisi angkatan laut internasional, Operation Prosperity Guardian, yang melibatkan sejumlah negara seperti Australia, Bahrain, Belgia, Kanada, Denmark, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Singapura, Selandia Baru, dan Inggris. Prancis, meskipun tidak secara resmi bergabung dengan koalisi AS, juga terlibat dalam operasi di wilayah tersebut.
BACA JUGA:BREAKING NEWS: AS-Inggris Bombardir Yaman, Balas Milisi Houthi yang Bela Palestina
BACA JUGA:Lama Jamous, Jurnalis Cilik Pemberani Dari Gaza Bertekad Mengabarkan Kondisi Palestina Pada Dunia
Sementara Arab Saudi telah lama memimpin pasukan aliansi dalam menggempur Yaman untuk melawan kelompok Houthi. Konflik ini juga mencakup serangan terhadap instalasi minyak milik Arab Saudi oleh milisi Houthi.
Dampak dari ketegangan ini dirasakan di sektor pelayaran dunia. Mayoritas perusahaan pelayaran global, seperti Maersk, Evergreen, MSC, ONE, Hapag Lloyd, dan HMM, telah mengalihkan rute pelayaran Asia-Eropa dari Laut Merah, memilih jalur melalui Tanjung Harapan, Afrika Selatan.
Hal itu berdampak pada kenaikan tarif pengiriman, dengan tarif angkutan barang dari Asia ke Eropa Utara melonjak lebih dari dua kali lipat menjadi di atas USD 4.000 per unit 40 kaki.