HARIAN DISWAY - Salah satu yang membedakan filsafat Tiongkok dan Barat adalah pandangannya terkait relasi manusia dan alam --sekalipun keduanya sama-sama menempatkan manusia sebagai subjek dan alam sebagai objek.
Berkebalikan dengan filsafat Barat, filsafat Tiongkok menjadikan alam sebagai objek yang mesti dihormati "kehendaknya". Sebisa mungkin tidak boleh dilawan. Sebab, kalau ditentang, alam akan mengganjar manusia dengan balasan.
Misalnya, hutan yang ditebang semena-mena dan minerba yang ditambang ugal-ugalan oleh manusia, menumpahkan bencana ekologis sebagai ganjarannya. Inilah mengapa para filsuf Tiongkok mewanti-wanti agar "manusia menyatu dengan alam" (天人合一 tiān rén hé yī).
Barangkali karena itu pula Mat Syai'in mengajak kita untuk "顺其自然 shùn qí zì rán" (menyelaraskan hidup dengan kehendak alam), seperti yang sejak ribuan tahun lalu diajarkan Lao Tzu, pendiri filsafat Taoisme.
"Selaraskan hidupmu dengan alam, maka keberuntungan akan selalu mendatangimu," kata rektor Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS) tersebut.
BACA JUGA: Cheng Yu Pilihan Ketua PORSI Jatim Sri Juliati Nirawan: Jian Shan Tian Xia
Mat Syai'in menamatkan studi doktornya di Taiwan. Selain di ITATS, dalam kesehariannya ia juga sibuk mengajar dan membimbing mahasiswa di program studi Teknik Otomasi di Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS). (*)