HARIAN DISWAY - Sebagai zoon politikon, adalah hil yang mustahal bagi manusia untuk hidup tanpa orang lain. Kendati kecanggihan teknologi informasi telah sedikit banyak mengubah perilaku kita menjadi manusia yang cenderung menyendiri, tetapi pada hakikatnya kita tetap sulit untuk tidak terhubung dengan orang lain.
Tempatnya saja yang mungkin membedakan: kalau dulu bertatap muka langsung, sekarang cukup "berjumpa" di dunia maya lewat chatting, voice note, atau video call.
Tentu, hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya belum tentu berupa simbiosis mutualisme, saling menguntungkan. Sebab, oleh beberapa filsuf di Tiongkok, jahat diyakini sebagai sifat asli manusia sejak di lauhulmahfuz sana. Sifat baik yang dimilikinya tak lebih karena pengaruh pendidikan, lingkungan, atau faktor lain yang mengubahnya di kemudian hari.
Makanya, barangkali bisa dimaklumi bila Plautus, sastrawan Yunani kuno, dalam karyanya, Asinaria, mengecap, "Lupus est homo homini, non homo, quom qualis sit non novit" (bagi manusia lainnya, manusia lebih merupakan serigala daripada manusia, apalagi saat ia belum menemukan yang diinginkannya).
Berarti, sepanjang bisa saling memberi konsesi pada keinginan masing-masing, kita baru termungkinkan bisa berhubungan baik dengan orang lain. Dalam artian, sebagaimana diwejangkan Konfusius, "己所不欲, 勿施于人" (jǐ suǒ bù yù, wù shī yú rén): apa yang tidak engkau kehendaki orang lain lakukan pada dirimu, jangan pernah engkau lakukan pada orang lain.
Yang harus dilakukan kita, menurut Konfusius, justru sebaliknya. Yaitu, "己欲立而立人, 己欲达而达人" (jǐ yù lì ér lì rén, jǐ yù dá ér dá rén): ketika diri sendiri ingin meroket, juga mengusahakan orang lain untuk turut meroket; ketika diri sendiri ingin maju, juga mengusahakan orang lain untuk ikut maju.
BACA JUGA: Cheng Yu Pilihan Komandan Secapa AD Mayjen TNI Niko Fahrizal MTr (Han): Zheng Xin Cheng Yi
Pasalnya, "Sebaik-baiknya manusia ialah yang bermanfaat bagi yang lainnya," kata Jenna Sarita, desainer dan mantan Miss Indonesia yang sekaligus dosen asal Surabaya. Persis yang sejak ribuan tahun lalu diajarkan pepatah Tiongkok, kita mesti "丰年玉荒年谷" (fēng nián yù huāng nián gǔ): menjadi orang yang membawa manfaat bagi sesama dalam segala situasi dan kondisi. (*)