HARIAN DISWAY - Kita sering kali silau akan keberhasilan orang, tanpa tahu apa saja yang telah dilaluinya selama dalam perjalanan meraih kesuksesan. Yang suksesnya dimulai dari bawah memang begitu: berdarah-darah –tak terhingga duri, beling, atau ranjau yang mesti diinjaknya.
Sayangnya, tidak sedikit dari kita yang terbiasa hanya melihat hasil tetapi abai terhadap proses. Mengira semua bisa dicapai dengan instan. Bahkan, Anda mungkin acap menyaksikan orang-orang yang memandang remeh mereka yang berproses.
"Kalau bisa pakai jalan tol lewat orang dalam, buat apa susah-susah pakai jalur normal yang penuh ketidakpastian?" Kira-kira begitu dalil yang dicibirkan.
BACA JUGA: Cheng Yu Pilihan Aktivis Tionghoa di Yogyakarta Nathanael Budhi Susilo: Shi Ke Sha Bu Ke Ru
Barangkali itulah yang menjadi salah satu musabab mengapa cara-cara culas tampak mulai tumbuh subur di negara kita yang mestinya menjunjung tinggi keluhuran budi pekerti ini.
Sebaliknya, di Tiongkok sana, ada seorang negarawan bernama Zeng Guofan (1811–1872) yang mewanti-wanti, "莫问收获,但问耕耘" (mò wèn shōu huò, dàn wèn gēng yún): jangan tanyakan bagaimana hasilnya, tapi tanyakan bagaimana usahanya.
Petuah jenderal besar zaman dinasti Qing tersebut betul-betul dipegang teguh oleh Ran Siyuan (冉思远), general manager restoran yang sudah membuka ribuan gerai di Tiongkok dan segera buka cabang di Indonesia.
BACA JUGA: Cheng Yu Pilihan Pengusaha Muda Asal Surabaya Daniel Oktavianus: Tian Dao Chou Qin
Sebenarnya, di Indonesia juga tak kurang pitutur luhur yang semakna. Kita diminta untuk "先难后获" (xiān nán hòu huò): bersakit-sakit dahulu, baru bersenang-senang kemudian. Yang membedakan: di Tiongkok benar diamalkan, di Indonesia agaknya cuma sekadar diwacanakan. (*)