NGANJUK, HARIAN DISWAY - Di kawasan Cangkringan, Nganjuk, terdapat seorang teknisi gitar. Ia memiliki usaha yang bergerak di bidang reparasi gitar dan bass. Ia melayani banyak klien musisi dari berbagai daerah. Kepada Harian Disway, ia berbagi wawasan tentang seluk-beluk gitar.
Zulkarnain Pinem, musisi yang tinggal di Sidoarjo, jauh-jauh datang ke sebuah rumah di kawasan Cangkringan, Kota Nganjuk. Ia menenteng hardcase berisi bass kesayangannya: Warwick Streamer Standart.
"Made in Germany, five string," katanya, sembari sedikit mengangkat hardcase tersebut. Bassnya buatan Jerman dan terdiri dari lima senar. Dibawa ke rumah Farid Ayik, owner PT Smoyo Sworo. Jika ada musisi yang membawa alat musik ke rumah itu, dapat diduga alat musiknya bermasalah.
Zulkarnain Pinem menjajal bassnya, Warwick Streamer Standard. Bass buatan Jerman bersenar lima. -Ahmad Rijaluddin Erlangga-
BACA JUGA: Dalam Workshop Gitar dan Konser Kolaborasi ISI-Unesa, Duet Rahmat-Bagus Memukau
Ia melewati rangka-rangka fret yang tergantung di halaman rumah Ayik. Teknisi gitar itu menyambut Pinem. Keduanya telah saling kenal. Tepatnya ketika sama-sama aktif dalam management Boomerang. Pinem sebagai crew mendiang Hubert Henry Limahelu, bassist Boomerang, dan Ayik sebagai teknisi musiknya.
"Kenapa, Bang?," tanya Ayik, sembari membuka hardcase bass tersebut. Tampaklah model Warwick Streamer yang berkesan mewah, dengan warna kayu yang soft, mengesankan kekokohan body-nya.
BACA JUGA: Gitaris Sehati, 50 Insan Musik Gitar Kota Surabaya Gelar Jamsession Kolaboratif
Pinem lalu bergestur seperti men-strumming atau membetot bass dengan jari-jarinya. "Tone-nya tiba-tiba jadi tipis. Gain-nya kurang. Biasanya kalau karakter bass ini bam! bam!, Power soundnya prima," ujarnya, menirukan suara bass.
Ia lantas menyambungkan bass tersebut pada ampli, menggunakan kabel jack. Saat dimainkan, tone bass tersebut memang terdengar tipis. Tidak garang sebagaimana mestinya. Pun, terdapat sedikit bunyi noise.
"Ini cuma perlu di-wiring ulang, atau diinstal ulang sistem perkabelannya," ungkapnya, lantas membalikkan bass itu. Di bagian belakang, terdapat penutup hitam. Ia membuka penutupnya dan terlihat beberapa komponen kelistrikan.
Ayik melepas beberapa item, termasuk kabelnya. Kemudian memberi soderan, dan menatanya dengan pola sambungan yang sama. "Bukan masalah besar. Hanya di sistem perkabelan ini saja yang sedikit ada gangguan," katanya.
Ia lantas mengamati kapasitor milar berwarna hijau tua. "Ini sudah tepat kok. Nilai milarnya 473. Maksimal kan 488. Jika melebihi, maka tone-nya tidak terdengar jelas. Tapi tak boleh terlalu rendah juga. Kalau kelewat rendah suara noise yang dominan," ujar pria 45 tahun itu.
Kualitas suara yang dihasilkan dari gitar ditentukan oleh pick up dan jenis kayu. Kayu yang biasa digunakan adalah mahoni dan alder. -Ahmad Rijaluddin Erlangga-
Setelah re-wiring usai, Ayik meminta Pinem untuk mencoba bassnya. Terbukti, bassnya kembali prima. Suaranya garang. Power sound ditunjang power strumming bassis Sekaring Jagad itu menambah kualitas suaranya. "Nah, sudah sembuh, nih. Ya ini yang saya inginkan," ungkap musisi yang juga aktif sebagai bassis Boom Crew itu.
Ia lantas memainkan berbagai teknik bass. Seperti teknik slap, yang gerakannya seperti menampar senar bass, sehingga menghasilkan suara ritmis seperti perkusi. Kemudian memainkan popping. Yakni menarik senar, lantas dilepaskan. Suara yang dihasilkan adalah nada kord, beserta dentum benturan antara senar dan fret.
Apakah kualitas suara dari bass atau gitar ditentukan dari pick up atau sistem kelistrikannya saja? "Tidak. Beberapa hal memang menentukan. Tapi yang paling penting memang dari sisi pick up dan kualitas kayunya," terang Ayik.
Ayik memiliki pengalaman panjang di bidang gitar. Hingga ia jadi langganan banyak musisi untuk menangani reparasi gitar atau bass.-Ahmad Rijaluddin Erlangga-