JAKARTA, HARIAN DISWAY - Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, yang terdiri dari advokat dan konsultan hukum, mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk mengeluarkan fatwa yang memungkinkan warga yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk mencoblos dengan menunjukkan dokumen kependudukan pada saat pemungutan suara tanggal 14 Februari 2024.
Dalam keterangan tertulis pada Kamis, 8 Februari 2024, Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, menyatakan bahwa fatwa tersebut diminta karena adanya kekhawatiran terkait batas waktu 30 hari bagi warga untuk mendaftar dalam daftar pemilih tambahan sebelum hari pemungutan suara, dan batas 7 hari bagi warga yang sakit, terkena bencana, atau tahanan.
Batas waktu ini berpotensi menghilangkan hak pilih warga negara yang dalam situasi tertentu tidak dapat menggunakan hak pilihnya di domisili atau TPS asal.
Seperti yang diketahui, banyak warga negara yang bekerja di kota lain yang tidak dapat meninggalkan pekerjaannya atau tidak memiliki biaya untuk kembali ke daerah sesuai domisilinya.
Selain itu, ada juga warga yang tinggal tetap atau sementara di luar negeri dan tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap di luar negeri.
BACA JUGA:Direktur Juru Kampanye TPN Ganjar-Mahfud: Kekuasaan sedang Menunjukkan Kepongahannya
BACA JUGA:Ganjar Pranowo: MK dan KPU Langgar Etika, Apa yang Kita Banggakan di Proses Pemilu ini?
"Pertanyaan besar adalah apakah warga negara tersebut kehilangan hak pilihnya hanya karena yang bersangkutan tidak mengajukan permohonan pindah memilih 7 hari sebelum hari pemilu?" tanya Todung.
Lebih lanjut, Todung berargumen bahwa batas waktu yang ditetapkan melanggar hak konstitusional warga negara dalam pemilu, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 6A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan:
"Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat"
Ia juga menyoroti Pasal 22E ayat (2) yang mengatur pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Todung menambahkan bahwa batas waktu tersebut juga melanggar hak asasi warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 43 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan:
"Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Todung.
"Pada Kamis (7 Februari 2024), TPN Ganjar-Mahfud mengajukan permohonan fatwa ini kepada Ketua MA," ujarnya. (*)