Sebelum benar-benar sampai pada duel, pihak ulama atau blater dari masing-masing pihak akan bertemu. "Ya, blater dari pihak A ketemu dengan blater pihak B. Sama-sama berdiskusi tentang keinginan kliennya. Itu disebut remo carok, atau tahapan pra-carok. Setelah bertemu dan berdiskusi, mereka kembali ke kliennya," terangnya.
Hidrochin Sabarudin menjelaskan seluk-beluk tradisi carok. Itu memiliki tahapan panjang yang diawali dengan mediasi. Bukan saling menyerang secara serampangan.-Julian Romadhon-HARIAN DISWAY
Masing-masing blater menyampaikan hasil pertemuan itu. Jika klien masih ngotot untuk carok, itu pun tak serta-merta. Dalam tradisinya, pihak blater akan bertemu lagi. Hingga paling banyak selama tiga kali. Apabila tetap tidak menemukan titik temu dalam pertemuan ketiga, alias dua pihak tak bisa didamaikan, terpaksa carok dilakukan.
Pertemuan dua ulama atau blater sebagai jubir itu, dalam bahasa Madura disebut: atemoh toko sepo. Dalam makna sebenarnya: Pertemuan dua tokoh sepuh atau senior. "Sebagai upaya mediasi yang dilakukan oleh perwakilan klien. Sebagai tokoh sepuh, tentu keduanya berupaya agar carok tidak terjadi," tuturnya, kemudian berhenti sejenak, menyeduh secangkir kopi tanpa gula.
"Begitu rumit, bukan? Itulah tradisi carok orang Madura yang sesungguhnya. Jadi bukan menyerang, membunuh, tawuran disebut carok. Seperti peristiwa 12 Januari 2024 lalu. Nah, begitu yang saya sebut pergeseran nilai saat ini," lanjutnya.
Perlahan, hujan mulai deras. Meski pendapa itu teduh dan nyaman, tapi angin dingin mulai terasa. Abah Doink, serta Lestari Puji Rahayu dan Mulat Nur Setyanto, pasangan pemilik rumah Batik Peri Kecil, mengajak Harian Disway untuk masuk ke kediamannya. (Guruh Dimas Nugraha)
BACA SELANJUTNYA: Carok dan Pergeseran Nilai di Madura (3): Etika Jantan