Juga, beberapa tip pencegahan agar perbuatan tersebut dapat diminimalkan di setiap pelosok Nusantara sehingga istilah gemah ripah lo jinawi insya Allah dapat terwujud di bumi Nusantara ini.
BACA JUGA: Pembelajaran untuk Hadapi Era Digital
Era digital ini tidak dapat kita elakkan dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara, demikian akan terus melaju dengan pesatnya. Maka, yang perlu dibumikan adalah era society 5.0, terutama adalah pembangunan sumber daya manusia yang unggul.
Peningkatan dan penajaman akhlakul karimah atau budi pekerti yang luhur menjadi ujung tombak serta benteng pertahanan negara menuju Indonesia maju yang mampu bersaing secara kompetitif di seluruh pelosok dunia.
Terlebih, apabila setiap warga negara Indonesia telah mampu memiliki enam sifat yang luhur sejak usia dini hingga akhir hayatnya, perbuatan seperti pembunuhan karakter akan dapat dicegah dan dimusnahkan di muka bumi Nusantara.
BACA JUGA: Dalam Era digital, Identitas Seseorang Bisa Bias
PENDIDIKAN
Pendidikan agama merupakan mata pelajaran yang paling utama yang harus dan wajib diberikan kepada seluruh masyarakat Indonesia dengan seutuhnya. Mulai pendidikan tingkat TK, SD, SMP, SMA, hingga di perguruan tinggi negeri dan swasta maupun sekolah kedinasan.
Itu merupakan salah satu kearifan lokal warisan para leluhur yang tidak boleh lenyap dan harus selalu dijaga serta dilestarikan dan dibumikan di seluruh pelosok Nusantara sesuai dengan falsafah hidup bangsa Indonesia. Yakni, Pancasila dan UUD 1945.
Berikutnya, konsep pendidikan kewarganegaraan Nusantara merupakan mata pelajaran warisan leluhur yang sampai saat ini masih banyak masyarakat Indonesia yang belum betul-betul memahami tentang kewarganegaraan Nusantara.
BACA JUGA: Bukti Otentik sebelum Era Digital
Sumber mata pelajaran sebetulnya adalah PMP (pendidikan moral Pancasila) yang saat ini sudah hilang karena perkembangan zaman dan pesatnya perkembangan teknologi. Dengan demikin, mata pelajaran tersebut telah bergeser menjadi pendididikan kewarganegaraan yang sama sekali tidak menyentuh moral.
Para guru dan para dosen di seluruh wilayah tanah air Indonesia belum menyadari bahwa pendidikan tersebut merupakan salah satu pilar dari kearifan lokal yang harus dijaga dan dilestarikan sehingga tongkat estafet dapat terus dijalankan para penerus bangsa.
Seolah-olah materi tersebut tidak memiliki high value dan memiliki kesan bacaan saja atau sebuah teori tanpa ada praktik nyata. Peran guru dan dosen sangatlah dibutuhkan sampai kapan pun. Namun, antara guru dan dosen tidak terdapat link and match sehingga dalam perjalanannya, istilah transformasi pendidikan menjadi terputus dan makin bias.
Terakhir, pendidikan yang perlu menjadi perhatian kita adalah teknologi. Berbicara tentang teknologi, kita semua bisa memastikan masyarakat Indonesia belum 100 persen melek teknologi, tetapi sudah dituntut untuk bisa memahami dan menjalankan sebuah teknologi.
Bila kita back to basic, sebenarnya teknologi zaman dahulu itu lebih canggih dan lebih akurat bila dibandingkan dengan saat ini. Pun, makin lama makin lemah kualitas teknologinya karena semua orang diarahkan untuk lebih candu terhadap alat.