Prahara Bertetangga dan Gagalnya Pengetahuan: Konflik Yai Mim dan Sahara

ILUSTRASI Prahara Bertetangga dan Gagalnya Pengetahuan: Konflik Yai Mim dan Sahara.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
AKHIR-AKHIR INI media sosial tengah dihebohkan oleh perseteruan antara keluarga Yai Mim dan Sahara perihal konsep bertetangga di era digital. Yai Mim (Imam Muslimin) merupakan dosen pascasarjana UIN Malang, sedangkan Sahara (Nurul Sahara) pengusaha rental mobil, sedang menempuh pendidikan doktoral.
Fenomena kasus itu cukup menarik perhatian masyarakat, bahkan melibatkan tokoh-tokoh publik. Beragam spekulasi dan tafsir muncul. Para kreator konten tak henti-henti menayangkan perkembangan kasus tersebut hingga menyesakkan ruang digital.
Konflik dipicu tentang pemahaman dan kesadaran terhadap ruang dan fasilitas publik. Jalan umum dibuat parkir oleh mobil rental Sahara sehingga mengganggu tetangga. Sementara itu, Yai Mim menggunakan rumahnya untuk proses pembelajaran (kuliah) yang dinilai mengganggu orang lain.
Keduanya melanggar aturan ruang dan fungsi hunian, mengganggu kenyamanan lingkungan hunian, dan etika bertetangga. Kasus tersebut terus merambat ke mana-mana hingga pada ranah hukum.
Perseteruan antar-dua tetangga memang kerap terjadi, khususnya di area perumahan, ruang hunian baru.
Beragam keluarga dengan perbedaan konteks sejarah dan sosial berkumpul dalam satu area dan membentuk koloni baru, kelompok masyarakat yang ahistoris, tidak saling mengenal dan mengetahui karakteristiknya sehingga potensi konflik antarindividu mudah terjadi.
Fenomena konflik bertetangga Yai Mim dan Sahara menarik untuk dilihat dari perspektif culture studies, yakni perbedaan budaya, identitas, dan pengetahuan menciptakan pola konflik baru dalam ruang digital.
Playing victim menjadi cara untuk melegitimasi identitas, memperebutkan eksistensi. Sahara menganggap dirinya paling ”benar”, Yai Mim berupaya menampilkan ”kebenaran” tandingan. Keduanya sedang memainkan peran politik identitas untuk memperebutkan pengakuan, kekuasaan, dan klaim kebenaran.
Sementara itu, keduanya melupakan entitas dasar manusia sebagai makhluk sosial. Butuh orang lain, perlu bertetangga.
KESENJANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN REALITAS
Yai Mim dan Sahara berpendidikan tinggi. Keduanya intelektual, perpengetahuan luas, tetapi gagal mempraktikkan keilmuannya, sulit membangun hubungan sosial dengan tetangga. Semacam ada kesenjangan antara teori dan praktik.
Bahkan, konflik keduanya menjadi tontonan yang menghibur masyarakat. Drama pertikaian intelektual karena gagap menghadapi realitas sehari-hari.
Nurul Sahara sedang menempuh pendidikan doktoral, lulusan magister kebijakan publik. Bahkan, pernah menjadi asisten dosen selama tiga tahun dan seorang peneliti. Pemahaman tentang teori kebijakan publik, filsafat sosial, dan hubungan antarmasyarakat tentu telah dikuasai.
Sementara itu, Yai Mim adalah dosen pascasarjana, mengajar tasawuf, pengasuh pesantren, penceramah, dan penghafal Al-Qur’an. Pengetahuan agama dan hubungan antarsesama manusia, Tuhan, dan alam semesta telah diketahui Yai Mim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: