Prahara Bertetangga dan Gagalnya Pengetahuan: Konflik Yai Mim dan Sahara

Prahara Bertetangga dan Gagalnya Pengetahuan: Konflik Yai Mim dan Sahara

ILUSTRASI Prahara Bertetangga dan Gagalnya Pengetahuan: Konflik Yai Mim dan Sahara.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

FALSAFAH BERTETANGGA

Kurikulum, sistem, teori, dan referensi-referensi yang digunakan dalam pendidikan kita bermuara ke Barat. Eropa dan Amerika Serikat. 

Rasionalitas menjadi fondasi utama dalam cara kerja pikiran intelektual. Peristiwa dan pemikiran Barat menjadi tolok ukur kajian akademik. 

Sementara itu, fenomena sosial dan budaya Eropa berbeda dengan budaya Nusantara. Bahkan, terjadi perbedaan mendasar tentang falsafah dan pandangan hidup masyarakat Eropa dan Nusantara. 

Hal tersebut bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya jarak pemisah antara intelektual dan akademisi dengan masyarakatnya. Pengetahuan tentang teori Barat berbeda dengan praktik kultural di masyarakat. 

Ilmu pengetahuan yang telah diketahui dan didapat dari perguruan tinggi berbeda dengan kondisi riil di masyarakat.

Kasus Yai Mim dan Sahara merupakan potret perubahan sosial dan pergeseran falsafah hidup yang terjadi di masyarakat. 

Padahal, dahulu kita mengenal falsafah Jawa (mangan ra mangan sing penting kumpul) atau falsafah Madura (bhàlàh tà tàngghéh: tetangga juga saudara) yang mencerminkan prinsip dan nilai-nilai kebersamaan, kerja komunal, harmonisasi, kekeluargaan, dan saling gotong royong. Namun, kini telah berubah. 

Cara dan pola hidup bersifat individualistis, modern, menekankan privatisasi, lugas dalam menyampaikan pendapat, pemanfaatkan teknologi sebagai sarana utama dalam menjalani kehidupan sosial. Termasuk bertetangga. 

Dengan demikian, belajar dari kasus Yai Mim dan Sahara, seyogianya dalam bertetangga kita bisa saling memahami prinsip hidup sebagai manusia sosial. Menyadari tentang pola hidup yang berbeda. Menghormati cara hidup yang beragam. Tidak mengedepankan emosi. Bijaksana. 

Utamakan menyelesaikan konflik secara kekeluargaan, tidak mengumbar aib. Apalagi, berpengetahuan dan berpendidikan tinggi. (*)

*) Ahmad Faishal adalah sedang menempuh studi doktoral ilmu sosial di Universitas Airlangga.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: