HARIAN DISWAY - Bidang Advokasi Lembaga Pemerintah Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Soroy Lardo, menerangkan risiko berbahaya penyakit demam berdarah (DBD) yang dapat mengintai anak-anak maupun orang dewasa. Hal itu ia jelaskan pada seminar media yang diadakan PB IDI, pada Selasa, 27 Februari 2024.
Berkaitan dengan potensi DBD pada anak, Soroy menjelaskan bahwa anak-anak memang lebih rentan terhadap penyakit ini karena faktor pertumbuhan sistem imunitas yang belum maksimal.
BACA JUGA: Risiko Penyebaran DBD Meningkat Selama Musim Pancaroba, Berikut Penjelasan Ahli
Anggota Komisi Ahli Nasional Malaria itu juga menekankan agar para orang tua memperhatikan juga memperhatikan fase DBD pada anak. “Concern orang tua tentunya melihat tiga tahap daripada fase DBD,” ujar Soroy.
Sebelumnya, Soroy telah memaparkan tiga fase DBD tersebut, yang terbagi dalam fase demam, fase critical, dan fase recovery. Pada fase demam, dapat dikenali dengan suhu tubuh mencapai 40 derajat Celcius dan mengalami dehidrasi, dengan rentang waktu hari ke-1 sampai ke-3.
Fase critical, yang merupakan fase dengan risiko tertinggi memiliki rentang waktu hari ke-3 hingga ke-6. Penderita DBD yang tidak ditangani dengan tepat akan berpotensi mengalami syok dan pendarahan pada fase ini.
Terakhir, fase recovery, dengan penderita yang mendapat penanganan tepat akan memasuki fase recovery pada rentang waktu hari ke-6 sampai ke-10.
BACA JUGA:Kenali Nyamuk Aedes Aegypti, Pembawa Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Lebih lanjut, Soroy juga paparkan beberapa faktor lain yang meningkatkan risiko virus DBD. Salah satunya yakni infeksi sekunder kedua pada penderita DBD.
“Baik pada anak-anak, pada orang dewasa, penelitian yang dilakukan di Mahidol University, pasien dengan infeksi sekunder yang kedua kali itu lebih berat, karena itu sudah terjadi yang namanya sub netralisasi,” katanya.
Doktor Universitas Gajah Mada itu menerangkan bahwa infeksi kedua pada penderita DBD akan menimbulkan peningkatan virus.
BACA JUGA: Cegah DBD Pakai Metode Wolbachia: Perangi Nyamuk dengan Nyamuk
“Jadi terjadi suatu kompleks heterologus jadi antibodi yang terbentuk pada infeksi yang pertama, justru bukan menetralkan tapi meningkatkan replikasi virus,” papar Soroy. Risiko tinggi juga terjadi pada orang dewasa dengan komorbid, seperti pada pasien diabetes, geriatri, dan obesitas.
“Pasien-pasien obesitas itu risiko beratnya juga lebih tinggi, karena kadar virusnya lebih tinggi. Ada suatu mekanisme di lemak yang menyebabkan virulensi lebih tinggi dan tampilan gejalanya tidak tampak seperti penyakit berat,” ucap Soroy. (Isro Nur)