HARIAN DISWAY - Mengenai permohonan uji UU Pemilu, ayah dan anak yang menguji Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ajukan perbaikan permohonan perkara Nomor 21/PUU-XXII/2024 pada Senin, 4 Maret 2024.
Ayah dan anak yang menguji tersebut menghadiri sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) guna mengajukan permohonan pengujian materi Pasal 14 huruf c, Pasal 342 ayat (2), Pasal 414 ayat (1), Pasal 415 ayat (2), Pasal 419, Pasal 420 huruf b,c, dan d UU Pemilu.
Sang ayah, Fathul Hadie Utsman, menyampaikan poin-poin perbaikan yang diajukan, mulai dari perihal permohonan, sistematika permohonan, kedudukan hukum pemohon (legal standing) mempertegas alasan-alasan permohonan, serta memperhatikan putusan-putusan terdahulu.
BACA JUGA: Terkait Uji Putusan MK Perihal Syarat Usia Capres-Cawapres, Pemohon Cabut Permohonan Perkara
“Kemudian memperhatikan gugatan yang lalu, saya ambil yang relevan,” terang Fathul yang merupakan warga Banyuwangi yang hadir di Ruang Sidang MK, Jakarta. Sementara anaknya Afkar Rara hadir di persidangan secara online.
Sidang perbaikan permohonan perkara ini dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra dan didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Kembali disampaikan petitum permohonan oleh Fathul. Para pemohon meminta agar MK menyatakan Pasal 14 huruf c, Pasal 342 ayat (2), Pasal 414 ayat (1), Pasal 415 ayat (2), Pasal 419, Pasal 420 huruf b, c, dan d UU Pemilu UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak berkekuatan hukum tetap. Para pemohon juga mengajukan pemaknaan baru terhadap norma-norma yang dimohonkan itu.
Terkait Pasal 14 huruf c, intinya para pemohon ingin Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan sosialisasi terkait para calon legislatif (Caleg) baik melalui media massa, media sosial (medsos), bahkan mendatangi rumah-rumah warga secara langsung supaya setidaknya informasi terkait nama-nama Caleg yang berkontestasi bisa disampaikan.
Hal ini beralasan karena pemohon mengaku tidak memperoleh informasi maksimal mengenai visi, misi partai, dan profil Caleg meskipun terdapat Pasal 14 huruf c yang mewajibkan KPU menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat.
Karena hal itu, hak pemohon untuk memperoleh informasi tersebut tidak dapat terpenuhi. Petitum yang disampaikan pemohon tersebut sebenarnya masih sama seperti sidang pemeriksaan pendahuluan pekan lalu pada Selasa, 20 Februari 2024.
Saat itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat memberikan nasihat bahwa petitum permohonan dianggap tidak lazim, bahkan jika tidak bisa diperbaiki bisa saja Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan kabur atau tidak jelas.
Sebelum persidangan ditutup, majelis panel mengesahkan sejumlah alat bukti yang disampaikan oleh para pemohon. Hakim Konstitusi Saldi Isra menyatakan, perbaikan permohonan Perkara Nomor 21/PUU-XXII/2024 ini akan dilaporkan dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang dihadiri minimal tujuh hakim.
Dalam RPH tersebut, nasib permohonan ini akan ditentukan, apakah akan diputus setelah dilakukan sidang pleno atau tanpa pemeriksaan lanjutan.
BACA JUGA: Kepala BNN RI Pimpin Musyawarah Perencanaan di Surabaya: Sinergi Tangkal Peredaran Narkoba
“Jadi, bukan kami yang memutuskan Pak. Kami hanya menyampaikan ke Rapat Permusyawaratan Hakim. Oleh karena itu Pemohon Fathul Hadie dan Afkar Rara mohon menunggu perkembangan dari Mahkamah,” tutur Hakim Konstitusi Saldi Isra.