BACA JUGA: Lahirnya Pancasila
Dilanjut: ”Jadi, ini suatu game yang dimainkan orang lain, tapi menistakan harkat dan martabat saya dan keluarga. Korban bukan cuma saya, tapi juga keluarga saya.”
Itulah perlawanan hukum Edie atas pelaporan dua karyawati UP, inisial RZ dan DF. RZ pada saat dilecehkan seks oleh Edie (berdasar isi laporan polisi) menjabat kepala Bagian Humas dan Ventura UP. Pelecehan terjadi 9 Februari 2023. Setelah pelecehan, RZ lapor ke pihak yayasan UP, tapi tidak ditanggapi. Malah, RZ dimutasi ke bidang lain. Sampai kini.
Sementara itu, DF karyawati honorer. Setelah dilecehkan Edie, dia juga lapor ke yayasan UP. Namun, juga tidak ditanggapi. Kemudian, DF mundur dari tempat kerja.
Pihak UP ternyata tidak membela Edie. Buktinya, Edie diberhentikan (nonaktif) selaku rektor. Juga, pihak UP membantah bahwa kasus pelecehan seks terkait pemilihan rektor UP.
Sekretaris Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPPUP) Yoga Satrio kepada wartawan mengatakan, kasus pelecehan seks itu tidak terkait pemilihan rektor UP.
Yoga: ”Enggak ada hubungannya kasus pelecehan seks dengan pemilihan rektor. Tetapi, waktunya pas saja. Tidak ada sama sekali iktikad untuk mengganggu pemilihan rektor.”
Dilanjut: ”Proses pemilihan rektor dimulai Januari 2024 dan diharapkan selesai akhir Maret 2024. Tanggal 2 April 2024 sudah ada rektor baru. Jadi, ini tidak ada kaitan dengan kasus ini.”
Kalangan pendidik ternyata mendukung pelapor. Memberikan acungan jempol kepada para pelapor yang dinilai berani. Sebab, yang mereka laporkan adalah rektor, pejabat tertinggi di universitas.
Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Lisyarti kepada wartawan mengatakan menghargai dua karyawati UP yang melapor. ”Mereka berani, bagus,” tegasnyi.
Retno: ”Pelecehan seks di kampus sangat sering terjadi. Sampai, Mendikburistek Nadiem Makarim mengeluarkan Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 untuk menangani kasus pelecehan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Ini bukti karena begitu banyaknya kasus pelecehan seks di kampus.”
Berdasar peraturan tersebut, mewajibkan perguruan tinggi membentuk satgas pelecehan seksual. Semua kasus pelecehan seksual ditangani satgas yang dipimpin dan beranggota para petinggi kampus.
Retno: ”Namun, ketika pelaku pelecehan seksual itu adalah rektor, satgas itu tidak bisa bergerak. Satgasnya adalah para dosen yang secara relasi kuasa tentu di bawah rektor. Maka, pemeriksaan itu tidak bisa dilakukan tim satgas.”
Dengan demikian, Retno setuju, itu dilaporkan ke polisi. Dia mendukung pelaporan.
Pendapat lain dari pakar dan pemerhati pendidikan Weilin Han. Kepada pers, dia mengapresiasi langkah korban yang melaporkan kasus itu ke polisi.
Weilin: ”Saya sangat salut dengan para korban yang berani melaporkan tindakan bejat ini. Saya juga mendukung upaya untuk penegakan hukum yang terbuka.”