Mak jleb… Bergetar dada MAS. Bergemuruh hatinya. Galau total. MAS bertanya, pergi jauh ke mana? Dijawab Siti dengan jawaban ngelantur (tidak disebutkan polisi).
Kondisi kalut, MAS menelepon temannya, pria yang tinggal di Bekasi, inisial NA. Tersambung. MAS menyampaikan ke NA kegalauan hatinya. Minta tolong NA cek kondisi anak MAS di rumah.
NA langsung berangkat. Tiba di depan rumah itu, mengucap salam, pintu rumah tidak dibuka. Tapi, NA mendengar, di dalam rumah ada suara perempuan, istri MAS.
Lalu, NA melapor ke petugas sekuriti kompleks perumahan. Menyampaikan pokok masalah. Petugas segera bergegas, bersama NA, mendatangi rumah itu. Sampai mereka menggedor pintu, tapi penghuni tidak membuka pintu. Petugas kontak polisi.
Tim polisi tiba di depan rumah. Berteriak, bahwa mereka polisi, hendak memeriksa kondisi dalam rumah.
Sejenak kemudian, pintu terbuka. Siti tersenyum. Menyilakan para polisi masuk.
Di lantai 1, aman terkendali. Klir. Tidak ada yang mencurigakan. Polisi bertanya ke Siti, mana anak satunya? Siti tersenyum, menunjuk ke atas, lantai 2.
Di dalam kamar lantai 2, di atas tempat tidur, bocah itu bermandikan darah. Menggenangi kasur, menetes ke lantai. Sudah telat. Bocah itu sudah meninggal di tempat.
Siti langsung dibawa ke Polsek Bekasi Utara. Diinterogasi. Jawab Siti sambil tertawa: ”Anak saya sudah pergi jauh, Pak…”
Berdasar kronologi itu, polisi langsung minta bantuan psikiater dari DPPPA Bekasi. Hasilnya: skizofrenia.
Dikutip dari American Psychiatric Association (APA), bertajuk Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th Edition (DSM-V), skizofrenia penyakit jiwa akut.
Dulu skizofrenia terbagi dalam lima jenis. Namun, sejak 2013 APA menyatakan, skizofrenia tidak perlu dibagi lagi. Itu cuma satu: skizofrenia. Titik.
Sejak itu kedokteran jiwa seluruh dunia tidak lagi membaginya jadi lima.
Disebutkan, gejalanya banyak. Paling menonjol, halusinasi. Tapi, pengidap berpikir normal. Dan, pengidap tidak menyadari dirinya sakit jiwa.
Apa penyebabnya? APA menyebutkan, ketidakseimbangan senyawa kimia di otak. Kadar serotonin dan dopamin dalam otak tidak seimbang. Sudah. Gitu doang.
Mengapa seseorang bisa begitu? APA menyebutkan, hingga 2023, belum ada penelitian khusus untuk mengungkap itu.