Pilpres Usai dengan Damai

Minggu 24-03-2024,16:19 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Dari pernyataan Hasto itu tampak, tidak secara tegas memperjuangkan hak angket. Sebab, ada kata ”melihat momentum”. Mungkin tepatnya menunggu momentum yang tepat. 

Dengan perkembangan sangat cepat, bahwa esoknya, Jumat, 22 Maret 2024, Habiburokhman mengatakan begitu, momentum yang dimaksud Hasto sudah makin pudar. 

Kalau isu hak angket memudar, pengusung utama isu itu, Ganjar Pranowo, pasti lemas. Sebab, isu hak angket tinggallah isu. Tidak akan jadi kenyataan. Maka, nasib Ganjar jadi mirip dengan Anies.

Hasil suatu kompetisi cuma dua: pemenang dan yang kalah. Dalam masyarakat beradab, pemenang merangkul yang kalah. Sebaliknya, yang kalah mengakui secara gentleman terhadap pemenang (seperti Surya Paloh). Kalah memang menyedihkan, tapi masak hasil kompetisi dinyatakan batal?

Kalau kompetisi bola atau pertandingan tinju, bisa ada revans. Pada pertandingan berikutnya di lain waktu. Tapi, pemilihan presiden suatu negara tidak pernah dibatalkan. Meski, ada dugaan kecurangan. Seandainya dibatalkan, bisa dibayangkan kacaunya. Perpecahan masyarakat. Berdarah-darah. Demi apa? Atau, demi siapa?

Yang bisa dilakukan, seperti pertandingan tinju: revans. Peserta yang kalah maju lagi di Pilpres 2029 kelak. Ngapain repot-repot mengulang pemilu? (*)

 

Kategori :