Cambuk demi cambuk mengarah ke seluruh tubuh Yesus. Walau pun cambuknya tak berbahaya, Ferdinand epik sekali memerankan sosok Mesias itu. Dia merintih kesakitan sementara para prajurit Romawi tertawa terbahak-bahak. Kulitnya tersayat-sayat. Darah pun perlahan mengucur dari tubuhnya. Namun, tak ada yang mendekat.
Orang-orang Yahudi justru mengolok-oloknya, meludahi, bahkan melemparkan batu ke Yesus. Mahkota duri yang tersemat di kepalanya pun semakin menambah kengiluan. Yesus berjalan tertatih-tatih membopong salibnya ke Tempat Tengkorak atau biasa disebut Golgota.
Barisan umat di gereja tertua Surabaya itu mengikuti arakan visualisasi Yesus. Jalan Salib itu berlangsung tak hanya di gereja. Tetapi juga di lapangan SMAK Frateran Surabaya yang diibaratkan sebagai Golgota. Saat arak-arakan berlangsung, panas Surabaya tak pernah sebanding dengan apa yang dirasakan oleh Yesus. Peluh dan darah membasahi tubuhnya yang semakin ringkih. Dia tiga kali tersungkur bersama salibnya walaupun telah dibantu oleh Simon, petani asal Kirene.
BACA JUGA:GSJA Satelit Elohim Rayakan Jumat Agung: The Power of Love
BACA JUGA:Jumat Agung Pertama Pasca Pandemi
Di antara umat, Pastor Kepala Paroki Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria Paulus Jauhari Atmoko tampak khidmat menyaksikan Visualisasi Jalan Salib. Terlebih, ini adalah kali pertama gereja itu kembali menyelenggarakan Visualisasi Jalan Salib usai pandemi Covid-19. Baginya, setiap umat perlu mengenang kembali segala penderitaan dan penyiksaan yang dialami oleh Yesus.
Suasana duka saat visualisasi jalan salib oleh OMK Kelsapa Surabaya. Jumat, 29 Maret 2024.-Teddy Insani-
“Yesus menerima salib. Maka, umat yang mengimaninya juga harus menerima salib. Yakni menerima segala penderitaan hidup mereka. Tapi, dengan imannya itulah umat bisa bangkit bersama Kristus,” kata Jauhari.
Romo berusia 49 tahun itu terenyuh kala proses penyaliban Yesus tiba. Sang Immanuel menatap lunglai orang-orang di sekitarnya. Ibunda, Maria, terkulai lemas di depannya. Pedang dukacita menembus hatinya sangat dalam. Terbata-bata, Yesus berucap di ambang napas terakhirnya, “Eli, Eli lama sabaktani?” Imam Agung bersorak kencang, “Dia memanggil Elia!”
“Sudah selesai,” ucap Yesus. Kepalanya tertunduk. Cinta kasih yang tak terbendung, Mesias menanggung dosa setiap umat manusia dengan penderitaannya. (*)