HARIAN DISWAY - Ramadan tahun ini terpotret geliat para remaja bersinergi dengan Dewan Kemakmuran Masjid. Kajian-kajian dilakukan tanpa henti.
Terdapat ragam pilihan: kajian Subuh, kajian Duhur, termasuk kajian sore alias ngabuburit ilmu menjemput berkah Ramadan. Itulah kini yang ramai dilakukan oleh mahasiswa di kampus-kampus di Surabaya.
Pastinya juga di berbagai kota. Tidak terkecuali mahasiswa Universitas Airlangga pada Selasa, 26 Maret 2024 di Aula Utama Masjid Ulul Azmi Universitas Airlangga Kampus C. Mereka berkumpul membincang arti penting Ramadan dengan kecerdasan ekologi.
Saya hadir untuk mengapresiasi aktivitas mahasiswa pemakmur masjid dengan tema Ramadhan dan Ecological Intelligence. Dalam tema itu, saya tidak mengulas substansi perbincangannya.
Melainkan merefleksikan adanya kebangunan penjelajah ilmu di kampus ini yang gemar ke masjid. Salut. Juga mengagumkan. Mereka mengontekstualisasi ajaran Islam. Mahasiswa ini membuncahkan rajutan Ramadan yang teranyam penuh pesona cahaya agama Islam.
BACA JUGA: Khasanah Ramadan (19): Green Ramadan
Ambillah contoh salat. Dari salat lima waktu yang menjadi konvensi tauhid dalam Islam semakin lazim dilaksanakan di tempat-tempat yang menyimbulkan rumah-Nya: masjid-masjid yang berada di kampus-kampus.
Ini sesuatu banget. Intelektualitas yang dibangun akan tetap bersandarkan kepada kesadaran keagamaan. Kapasitas keilmuannya akan tetap tersujudkan sebagaimana gerakan salat. Dari salat secara pribadi sampai secara kolektif alias berjamaah.
Apabila salat ini dikerjakan berjamaah, berlakulah panduan derajat yang secara kuantitatif sangat berlipat. Hitungan-hitungan amaliah dalam setiap peribadatan dalam Islam memberikan parameter yang sangat akuntabel dan memformulasi betapa pentingnya ilmu matematika.
Atas itulah pelajaran “al-jabr – aljabar” dikembangkan oleh Islam. Penemu matematika pun adalah Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa Al Khawarizmi (780-850 M) yang biasa dikenal Al Khawarizmi.
Perhitungan-perhitungan matematis sejujurnya ditemukan oleh ilmuwan-ilmuwan Islam. Cermatilah sejarah hadirnya matematika dan ilmu-ilmu apa pun dalam zaman keemasan Islam.
Para ahli memahami itu terlebih lagi soal peradaban literasi yang sastrawi yang kemudian di Barat ”menyerta” untuk tidak mengatakan ”reproduksi” atasnya.
Bacalah karya-karya klasik sekaliber novel Hayy Ibn Yaqzan karya Ibnu Tufayl (1105–1185) dan kisah Tarzan atau Layla Majnun (The Greatest Love Story) yang ditulis sastrawan Persia asal Azerbaijan, Nizami (1141-1209).
Bandingkan dengan narasi cerita Romeo-Juliet dari William Shakespeare (1564- 1616). Belum lagi di ilmu-ilmu sosial dan kedokteran maupun arsitektur.
Pun pada ilmu hukum yang mau mengaji dengan mendalam bagaimana KUHP yang populer itu dirunut pada ”takwil historisnya” dari jejak Napoleon Bonaparte (1769-1821) dalam hubungannya dengan ”produk hukum pidana di era kejayaan Islam.