Menyoal UU ITE yang Jerat Aktivis Lingkungan di Jepara, Jaksa Dinilai Serampangan Terapkan Pasal

Senin 25-03-2024,10:00 WIB
Reporter : Mohamad Nur Khotib
Editor : Mohamad Nur Khotib

Kedua, bentuk informasi yang disebarkan bisa berupa gambar, video, suara, atau tulisan yang bermakna mengajak, atau menyiarkan pada orang lain. Agar ikut memiliki rasa kebencian dan atau permusuhan terhadap individu atau kelompok masyarakat berdasar isu sentimen atas SARA.

Kriteria yang disebut “menyebarkan” dapat dipersamakan dengan pengertian agar “diketahui umum”. Yaitu bisa berupa unggahan pada akun media sosial dengan pengaturan bisa diakses publik atau menyiarkan sesuatu pada aplikasi grup percakapan dengan sifat terbuka. 

Sehingga siapa pun bisa bergabung dalam grup percakapan, lalu lintas isi atau informasi tidak ada yang mengendalikan, siapa pun bisa upload dan berbagi (share) keluar. Atau dengan kata lain tanpa adanya moderasi tertentu seperti open group.

Perbuatan yang dilarang dalam pasal itu motifnya adalah ingin membangkitkan rasa kebencian dan atau permusuhan atas dasar SARA. 

“Nah, di sini aparat penegak hukum harus membuktikan ada motif membangkitkan yang ditandai dengan adanya konten mengajak, memengaruhi, menggerakkan masyarakat, menghasut atau mengadu domba dengan tujuan menimbulkan kebencian, dan atau permusuhan,” paparnya.

Kemudian frasa “antargolongan” adalah entitas golongan rakyat di luar SARA. Sebagaimana pengertian antar golongan mengacu keputusan Mahkamah Konstitusi No. 76/PUU-XV/2017. Penyampaian pendapat, pernyataan tidak setuju atau tidak suka pada individu atau kelompok masyarakat tidak termasuk perbuatan yang dilarang. Kecuali yang disebarkan itu dapat dibuktikan ada upaya melakukan ajakan, memengaruhi, dan atau menggerakkan masyarakat, menghasut/mengadu domba untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasar isu sentimen perbedaan SARA.

Padahal, pasal 28 ayat (2) UU ITE itu sudah diubah dalam revisi Perubahan Kedua UU ITE 4 Januari 2024. Unsur “antargolongan” dipersempit pengertiannya sehingga tidak bisa dipakai untuk provokasi antar kelompok politik yang berbeda.

“Nah, sekarang apakah pemahaman yang jelas pada pasal itu cocok diterapkan untuk kritik dari seorang aktivis lingkungan hidup? Sama sekali masalah, motif, dan unsur-unsur perbuatannya tidak cocok. Bahkan tidak nyambung,” tegas Prof Henri.

Sehingga, layak dicurigai dan perlu ditelusuri ada atau tidaknya relasi antara perusahaan yang dikritik aktivis Daniel Frits Maurits dengan para penegak hukum yang menggunakan pasal dengan sanksi berat. “Ayo, kita lihat. Dan jangan lupa serukan agar Daniel Frits segera dibebaskan,” ungkapnya.

Sidang masih akan terus berlanjut. Agenda replik dan duplik sudah dijadwalkan secara berurutan. Bahkan, Hakim Ketua Parlin Mangatas Bona Tua berharap sidang pembacaan keputusan bisa digelar pada 4 April 2024. (Mohamad Nur Khotib)

Kategori :