Buku Sumpah Kabut Kota Karya A Junianto: Kota itu Utari

Kamis 04-04-2024,14:35 WIB
Reporter : Guruh Dimas Nugraha
Editor : Heti Palestina Yunani

HARIAN DISWAY - Sumpah Kabut Kota. Serapah yang terpilin halus dalam kata. Kenangan yang menyelinap. Bahkan pujian atas segala ironi atau keistimewaan.

Buku puisi tentang perjalanan penyair A Junianto yang hasilnya tak benar-benar subjektif. Pengalamannya adalah pengalaman yang pasti dirasakan orang lain.

Ah, setiap kota memang memiliki luka yang sama. Begitu kalimat puitik yang merangkum keseluruhan puisi dalam buku Sumpah Kabut Kota.

Dirilis pada Maret 2024 oleh penerbit Interlude, Jun -panggilannya- menulis kenangan dan pengalaman membuahkan perbandingan, pertentangan, dan pemaknaan-pemaknaan tertentu yang tercermin dalam diksi-diksi puisinya.

BACA JUGA: Tinggal Hari Ini, Yuk Borong Buku di Semesta Buku Surabaya yang Banyak Pilihan dan Murah!

Tentu proses penciptaan karya sastra, termasuk puisi, tak lepas dari lingkungan tempat penulis dibesarkan.

Penyair yang lahir dan besar di Surabaya yang kini tinggal di Yogyakarta itu semula merasakan tumbuh di kota metropolitan dengan segala carut-marut. Termasuk permasalahan lingkungan. Kemacetan. Juga berbagai hal lain yang tentu melekat di kepala. 

Hingga Jun pindah ke Yogyakarta. Kota yang jelas berbeda. Kota dengan kemelekatan budaya, juga bahasa dan lingkungan. "Sebagai orang yang tumbuh di Surabaya, kenangan-kenangan tentang kota asal pasti selalu datang. Itu yang saya tuangkan dalam puisi," katanya.
YOGYAKARTA sebagai kota yang disinggahi A Junianto saat ini. Lahir beberapa puisi dari kota tersebut. Dalam buku Sumpah Kabut Kota. --

Salah satu teori yang dapat dikaitkan untuk menganalisis puisi Jun adalah Ekologi Sastra. Pisau bedah untuk mencari hubungan timbal balik antara sastra dan lingkungan pengarang, atau mencari hubungan resiprokal untuk melihat keterkaitan satu sama lain. 

BACA JUGA: Deklarasi Perlawanan pada Buku Bajakan Disuarakan dari Yogyakarta

Seperti puisinya berjudul Perkenalan. Pada bait keempat, Jun menulis: aku mengenalmu dari tenang riak sendang/ketika ikan-ikan berbisik pada pukat berjaring jarang/kemudian saling hanyut di pekatnya lembang. 

Potongan kalimat itu tentu merupakan cerminan lingkungan Arief ketika kecil. Ia besar di kawasan Rungkut, Surabaya. Dekat dengan rawa-rawa dan laut.

Tentu kenangan atas suasana yang ada di situ tergambar dalam puisinya. Juga beberapa puisi yang lain, yang mencerminkan suasana Kota Surabaya. Meski ia tak secara eksplisit menyebut nama kota.

Namun, tak cukup luas untuk memaknai puisi Jun dalam sudut pandang Ekologi Sastra saja. Ia menyebut bahwa buku Sumpah Kabut Kota terdiri atas tiga fragmen: air, tanah, api. Itu baginya merupakan periodisasi hidup manusia.

"Tahap permulaan adalah air. Kemudian tanah. Lalu api. Itu tahapan hidup," ujarnya.

Kategori :