Akhiri Arogansi Aparat

Selasa 16-04-2024,06:00 WIB
Oleh: Probo Darono Yakti

INSIDEN lalu lintas yang melibatkan mobil berpelat nomor khusus di jalan raya sudah terjadi berulang-ulang. Di dalam kasus yang terjadi belakangan ini di tol Jakarta–Cikampek (Japek) Km 57, pengemudi mobil dinas berpelat nomor TNI yang mengaku ”adik jenderal” membuat keributan yang melibatkan mobil yang ditumpangi warga sipil. 

Belakangan diketahui mobil tersebut disopiri seorang jurnalis dan sang ”adik jenderal” merupakan purnawirawan marsekal TNI yang mengajar di salah satu universitas negeri.

Di kasus-kasus sebelumnya, arogansi kerap terjadi di jalan raya. Khususnya bila menyoal penggunaan dari pelat nomor khusus itu sendiri yang rawan disalahgunakan untuk keperluan nondinas. 

BACA JUGA: Kasus Perdagangan Orang Libatkan Aparat

BACA JUGA: Sistem Gaji Tunggal bagi Aparatur Sipil Negara

Terlebih, mobil berpelat nomor dinas aparat pernah digunakan warga sipil yang tidak berhak menggunakannya. Meski, dalam sebuah kasus, setelah diperiksa, ia dapat menunjukkan SIM A dari TNI dan KTA milik orang lain. Atau, penggunaan mobil berpelat dinas palsu, kemudian digunakan untuk kebut-kebutan di jalan raya.

 

AROGANSI DAN ETIKA MENGEMUDI

Dilema besar terjadi, terutama berkaitan dengan arogansi seorang purnawirawan dan etika mengemudi di jalanan. Sehubungan dengan posisinya sebagai purnawirawan, seyogianya sikap-sikap kesatria dikedepankan daripada perasaan emosional sesaat. 

Watak kesatria dapat ditunjukkan setidak-tidaknya menggunakan kepala dingin dalam mengatasi situasi serta memahami posisi yang semestinya sudah sama-sama menjadi warga sipil biasa. Khususnya berkaitan dengan status pensiunnya sebagai seorang prajurit.

BACA JUGA: Kantor NU Sumenep Dibakar Orang Dua Kali, PBNU Minta Aparat Tangani Segera

BACA JUGA: Kronologi Bentrokan Aparat dengan Pedagang Lhokseumawe

Adapun secara etika mengemudi, mengedepankan ”siapa famili dari siapa” memberikan contoh yang buruk kepada masyarakat. 

Khususnya bila hal serupa terjadi di dalam perkara lalu lintas, masyarakat sipil akan mencontoh perilaku itu selayaknya bertameng pada famili yang aktif bekerja di institusi militer, baik TNI/Polri atau institusi penegak hukum maupun instansi di pemerintahan tertentu. 

Keluarga yang disebut dalam perkara itu seolah akan melindunginya dari kasus pidana di jalan raya, baik secara aktif maupun pasif.

Kategori :