Tidak dapat dibayangkan kalau Mega tidak bersikap tegas. Tentu usulan tiga periode presiden sudah jalan.
Pengamat politik Henry Satrio, misalnya, menyebutkan bahwa hanya Mega yang bisa mengimbangi Jokowi.
Secara politik, Mega adalah pemegang suara paling besar di parlemen jika dibandingkan dengan parpol lain. Kekuatan itulah yang membuat Golkar dan PAN mengurungkan niatnya mengotak-atik UUD 45 lewat amandemen.
Secara psikologis, juga tetap merasa di atas. PDIP-lah yang menjadikan Jokowi besar. Jokowi jadi wali kota, gubernur, hingga presiden. Itulah yang membuat Mega tidak segan berhadapan dengan petugas partainya itu.
Namun, apakah masukan Mega sebagai amicus curiae bisa memengaruhi putusan MK? Masalah itu mutlak bergantung dari pandangan para hakim konstitusi.
Beda dengan saat Mega berhasil menghentikan usulan presiden tiga periode atau perpanjangan jabatan Jokowi. Keduanya adalah proses politik. Yakni, Mega menjadi salah seorang pemegang otoritas politik.
Namun, apa pun putusan MK, Mega sudah memperlihatkan sikap dan pandangannya. Sikap kritis itu sudah membuat dia berseberangan dengan orang yang telah diperjuangkan jadi wali kota, gubernur, hingga presiden.
Sudah tak ada lagi kunjungan Jokowi ke rumah Mega. Sudah tidak ada lagi makan opor ayam bareng seperti Lebaran lalu-lalu. (*)