Local Pride

Rabu 08-05-2024,08:43 WIB
Reporter : Arif Afandi
Editor : Yusuf Ridho

INI bukan soal sepak bola. Yang sedang sering digencarkan seorang komentator bola Tommy Welly alias Towel. Yang mengkritisi banyaknya pemain hasil naturalisasi di tim nasional kita. Meski mereka telah membawa timnas kita ke level Asia.

Tapi, ini soal bandara Yogyakarta. Yang terasa ingin mengangkat kebanggaan dan nuansa lokal menjadi vibes bandara internasional yang baru itu. Yang lokasinya perlu menempuh 1,5 jam dengan kendaraan pribadi atau lebih dari 30 menit dengan kereta bandara.

Yogyakarta International Airport (YIA) memang salah satu bandara baru di Indonesia. Menggantikan bandara lama yang berbagi dengan TNI Angkatan Udara. Juga, sering harus berbagi dengan taruna AAU yang sedang belajar terbang. Kalau bandara lama berlokasi di Maguwoharjo, YIA berada di Kabupaten Kulonprogo.

BACA JUGA: Gibran dan Selvi jadi Kasir Dadakan di Event Pameran Aerostreet: Support Local Pride

Runway bandaranya cantik karena berdampingan dengan laut selatan. Saat pesawat lepas landas ataupun mendarat, penumpang bisa menyaksikan gunung dan laut. Di sisi utara, bisa menyaksikan Gunung atau Bukit Menoreh. Di sisi selatan, menyaksikan laut selatan yang berombak besar.

Ini bandara yang ketika selesai dibangun langsung berhadapan dengan situasi pandemi Covid-19. Karena itu, peresmiannya pun dilakukan Presiden Joko Widodo dengan undangan sangat terbatas. Bandara dengan daya tampung 20 juta penumpang per tahun mulai dioperasikan pada Mei 2019. 

Begitu beroperasi, di bandara sudah langsung disediakan fasilitas pendukung berupa kereta bandara. Kereta yang khusus mengangkut penumpang pergi pulang dari Stasiun Tugu Yogyakarta–YIA. KA yang menyerupai kereta komuter itu mengangkut penumpang setiap 30 menit sekali.

BACA JUGA: Kangen Nonton Persebaya, Bonek Nyanyikan Song for Pride di Latihan Green Force

Meski fasilitas kereta bandara itu sudah ada sejak lama, saya baru memanfaatkannya kemarin. Saat dari Yogyakarta hendak ke Jakarta. Sebetulnya untuk ke Jakarta dengan pesawat, masih ada dua pilihan. Selain lewat YIA, bisa juga melalui Bandara Adisutjipto. Namun, hanya pesawat baling-baling yang beroperasi di bandara ini. Di Jakarta turun di Bandara Halim Perdanakusuma.

Saya baru sekali menggunakan jalur tersebut. Setelah itu trauma karena ketika jelang mendarat di Halim, terjadi badai sehingga pesawat kecil yang sebetulnya lebih aman daripada pesawat jet itu mengalami guncangan hebat. Akibatnya, saya merasakan perjalanan Adisutjipto ke Halim terasa sangat panjang. 

Setelah itu, saya lebih memilih naik kereta jika dari Yogyakarta ke Jakarta. Hanya perlu waktu 6 jam lebih sedikit. Dengan pilihan yang banyak: ada sleeper, panoramic, dan eksekutif. Jam tempuh yang tidak selisih terlalu banyak dengan pesawat jika dari YIA. Biasanya saya suka dengan KA malam. Sehingga bisa tidur selama perjalanan.

BACA JUGA: TEDx Unair Hadirkan Bayu Skak dan Asisi Suhariyanto, Bicara Soal Passion dan Pride

Kembali ke bandara YIA. Bandara baru di daerah istimewa itu memang dibangun dengan kekhasan lokal. Arsitekturnya bernuansa Jawa. Ada nuansa keraton dengan bentengnya. Juga, terasa sangat lapang atau melelahkan bagi yang kurang suka jalan.

Ketika datang, penumpang rupanya ingin sekali dibawa ke nuansa Malioboro. Melalui koridor bernuansa jalur pedestrian seperti di jalan legendaris yang ada di tengah kota itu. Yang menjadi salah satu tujuan wisata utama selama ini.

Tak lupa, kanan kiri koridor pedestrian itu berjejer toko-toko UMKM khas Yogyakarta. Yang berjualan berbagai jajanan oleh-oleh dari kota tersebut. Juga, berbagai aksesori khas Yogyakarta. Pokoknya, ada upaya keras untuk memberikan vibes daerah istimewa.

Kategori :