Meneroka Kebijakan Luar Negeri Prabowo (1): Strategi dan Arah Kebijakan

Sabtu 11-05-2024,23:02 WIB
Oleh: Probo Darono Yakti

BACA JUGA: Prabowo Sudah Kantongi Nama Bakal Calon Gubernur Jakarta

Selain itu, kecondongan Indonesia untuk bertetangga yang baik sebagaimana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan prisnsipnya, thousand friends zero enemy, akan kembali diterapkan. 

Dengan adanya ”good neighbor policy” sebagai arah dan strategi politik luar negeri Indonesia, Indonesia mencoba mengimplementasikan apa yang menjadi semangat dari Dasasila Bandung yang disepakati pada Konferensi Asia-Afrika. 

Peneguhan kembali ASEAN Way menjadi norma yang terus dijunjung tinggi Indonesia agar situasi relatif lebih stabil melihat banyaknya masalah yang timbul di kawasan, mulai masalah sosial seperti pengungsi Rohingya hingga masalah geopolitik seperti Laut Tiongkok Selatan.

DEPENDENSI INDONESIA TERHADAP NEGARA MITRA

Indonesia selama ini dipandang sebagai negara yang bergantung pada negara-negara lain dalam konteks perdagangan atau impor-ekspor di bidang-bidang tertentu. Negara-negara yang menjadi pasar tradisional terutama adalah Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, negara-negara Eropa, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan tidak lupa negara-negara ASEAN. 

Ketergantungan Indonesia pada negara-negara yang disebutkan mengalami sebuah polarisasi sehingga berpotensi untuk terus dibuat bergantung pada AS, Tiongkok, dan Rusia. 

Kedekatan Prabowo sebagai menteri pertahanan dengan pengusaha-pengusaha alat pertahanan di luar negeri dapat dilihat dari pembatalan klausul pembelian Su-35, menghentikan pengembangan kapal selam kelas Changbogo, dan pesawat terbang KFX/IFX yang saat ini berjalan di tempat. 

Kemudian, beralih pada pembelian pesawat tempur Rafale dari Prancis, pesawat tempur F-15 dari AS, dan kapal selam Scorpene dari Prancis.

Dengan mengambil kasus di atas, Prabowo dapat terlihat sangat idealis di sisi yang lain menjadi sangat realistis. 

Terdapat pertimbangan-pertimbangan baik secara strategis maupun teknis yang kemudian membuat pengambil kebijakan pertahanan di Jakarta untuk kemudian melakukan manuver-manuver yang justru membingungkan negara-negara mitra Indonesia, tetapi tetap dengan tujuan menguntungkan Indonesia. 

Prabowo dapat mengombinasikan pendekatan idealis SBY yang menekankan good neighborhood policy melalui thousand friends zero enemy dengan Jokowi yang tampak transaksional dan pragmatis dalam penentuan kebijakan luar negerinya.

Indonesia tentu tidak akan membuat dirinya bergantung dengan negara atau organisasi internasional tertentu. 

Dengan demikian, Kementerian Luar Negeri dapat diposisikan untuk terus mengevaluasi apakah kerja sama dari suatu negara dapat dipertahankan dan dilanjutkan atau sebaiknya dikurangi intensitas hubungannya. 

Setidaknya, Prabowo dapat mengingat-ingat kebijakan yang pernah diterapkan Jokowi untuk mengevaluasi keanggotaan Indonesia pada organisasi-organisasi internasional yang tidak mendatangkan manfaat yang signifikan untuk pendapatan negara. 

Dengan menilai bahwa sebuah negara atau organisasi internasional tidak mendatangkan manfaat tertentu bagi Indonesia, Jakarta atau Nusantara ke depan tinggal memfokuskan diri pada negara-negara yang secara simultan mampu menghadirkan investasi pada kawasan-kawasan yang masih tertinggal.

Kategori :