Seribu Janji Seribu Judi

Kamis 27-06-2024,09:39 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Seiring dengan meluasnya akses terhadap perjudian, para psikolog dan pakar lainnya menjadi khawatir tidak hanya karena makin banyak orang yang akan mencobanya, tetapi makin banyak pula yang akan mengembangkan masalah perjudian. Meskipun, masih terlalu dini untuk mengetahui dampak jangka panjangnya.

Para peneliti sekarang berupaya menyempurnakan pemahaman tentang prinsip-prinsip psikologis yang mendasari dorongan berjudi dan dasar-dasar neurologis di otak para pejudi yang berjuang untuk berhenti berjudi. 

Marc N. Potenza, guru besar psychiatry, child study and neuroscience di Yale University School of Medicine, AS, menyatakan bahwa hasil riset telah mengaitkan gangguan kecanduan judi dengan variasi di berbagai wilayah otak, khususnya striatum dan korteks prefrontal, yang bertugas memproses hadiah, masalah sosial dan emosional, stres, dan banyak lagi. 

Pecandu judi memiliki volume amigdala dan hipokampus yang lebih kecil. Dua organ di otak itu berkaitan dengan pembelajaran emosional dan regulasi stres. 

Hasil penelitian otak menjelaskan bahwa remaja sangat rentan terhadap perjudian, kata Potenza. Remaja cenderung berjudi dan perilaku pengambilan risiko lainnya. Sebab, korteks prefrontal, yang mengatur impulsif dan pengambilan keputusan, sangat terlambat berkembang, terutama pada anak laki-laki.

”Badan Pengawas Obat dan Makanan AS telah menyetujui pendekatan neuromodulator untuk menggunakan stimulasi otak yang ditargetkan untuk mengobati kondisi kejiwaan pecandu judi,” kata Potenza.

Strategi pengobatan baru itu disambut baik masyarakat, kata para ahli, karena perjudian adalah kecanduan yang sangat sulit untuk diobati. Bahkan, pejudinya tidak mengakui bahwa ia berjudi.

Hasil riset di AS pada 2022, sebanyak 90 persen atau lebih pecandu judi di sana tidak pernah mencari bantuan (data Bijker, R, dkk: Addiction, Vol 117, No 12, 2022).

Jadi, hasil riset itu mungkin bersifat universal. Dengan demikian, anggota DPR RI berusaha berkelit ketika PPATK mengungkap data di atas. Padahal, berjudi online tidak apa-apa, asal mampu mengatasi tekanan psikologis yang pasti menyertainya. (*)

 

Kategori :