"Ketika tidak ada pasukan IDF [lainnya] [di daerah itu] … Penembakannya sangat tidak dibatasi, seperti orang gila. Dan bukan hanya senjata kecil: senapan mesin, tank, dan mortir."
Dalam pengakuan pada pihak +972 Magazine dan Local Call itu, hanya terdapat satu tentara yang bersedia disebutkan namanya. Dia adalah Yuval Green.
Seorang tentara cadangan yang bertugas pada bulan November dan Desember lalu. Akhir-akhir ini dirinya turut menandatangani surat penolakan untuk terus bertugas di Gaza, setelah invasi tentara ke Rafah.
“Tidak ada batasan amunisi,” ujar Green.
“Orang-orang menembak hanya untuk menghilangkan kebosanan,” imbuhnya.
BACA JUGA:Gaza dalam Nestapa Kelaparan: Makan Daun hingga Kematian!
BACA JUGA:Boikot Produk Israel: Aktivis Palestina Rilis Daftar Substitusi yang Aman Dikonsumsi
Aksi IDF yang sudah dijelaskan tersebut, selain memakan korban dalam jumlah besar, ternyata juga dapat membahayakan pasukan mereka sendiri.
Hal tersebut diungkap C, tentara yang juga bertugas di Gaza. Ia menerangkan bahwa dengan adanya tembakan tanpa batas dari teman-temannya, justru pihaknya sendiri yang beresiko terkena serangan itu.
Ia menyebut serangan itu lebih berbahaya dibandingkan serangan dari Hamas.
“Pada beberapa kesempatan, pasukan IDF menembak ke arah kami. Kami tidak menanggapi, kami memeriksa di radio, dan tidak ada yang terluka,” jelas C.