SURABAYA, HARIAN DISWAY - Server bermasalah menjadi alasan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya tidak meng-upload salinan putusan bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur. Putusan itu dibacakan Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik pekan lalu. Tepatnya, Rabu 24 Juli 2024.
“Bukan kami mencari alasan. Tetapi, dua hari ini memang server kami ada kendala. Tadi pak ketua (Dadi Rachmadi) juga sudah menyampaikan, hari ini sudah bisa di-upload. Semua rekan-rekan bisa melihat nanti putusan itu,” kata Humas PN Surabaya Alex Adam Faisal, Senin 29 Juli 2024.
Karena lambatnya salinan putusan itu keluar, berdampak pada jaksa penuntut umum (JPU) di Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya. Mereka jadi terhambat untuk mengirimkan memori kasasi ke Mahkama Agung (MA). Begitu juga dengan tim penasihat hukum keluarga korban Dini Sera Afrianti.
BACA JUGA: Tabur Bunga untuk Keputusan Bebas Ronald Tannur
Di sisi lain, ia pun tidak bisa mengomentari isi putusan hakim Erintuah Damanik. “Kami ini humas dan juga hakim. Kalau kami menyampaikan atau menilai terhadap putusan itu kami tidak bisa. Karena ini terikat kode etik. Dilarang mengomentari putusan yang dilakukan oleh rekan hakim lainnya,” katanya lagi.
Alex pun menganggap konflik yang ada saat ini adalah hal yang biasa. Hanya karena korban tidak terima dengan putusan yang diberikan kepada terdakwa. Ia pun menyarankan agar korban yang diwakili JPU untuk melakukan upaya hukum dalam hal ini kasasi untuk bisa mengevaluasi atau mengoreksi putusan hakim di tingkat pertama.
“Karena putusan bebas, jadi harus kasasi. Selama 14 hari sejak putusan itu dibacakan. Ya, kita di PN Surabaya merasa ini adalah sesuatu yang biasa. Tetapi maksudnya bukan menyepelekan. Kita tidak bisa balas satu per satu. Karena, semua pertanyaannya sama,” tegasnya.
BACA JUGA: Bebasnya Ronald Tannur Bukti Tumpulnya Nurani Penegak Hukum
Ia pun menegaskan, hakim Erintuah Damanik sampai hari ini masih aktif. Menjalankan persidangan seperti biasa. PN Surabaya tidak serta merta bisa me-nonaktifkan hakim. Ada mekanisme yang harus dilalui. Juga harus dinyatakan melanggar kode etik atau aturan yang berlaku.
Harus melalui pemeriksaan atau klarifikasi. Itu pun yang bisa melakukan adalah badan pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) atau Komisi Yudisial. Bisa juga melalui Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. Itu juga harus mendapat delegasi dari MA atau KY.
“Sampai saat ini belum ada petunjuk atau perintah ataupun permohonan untuk melakukan klarifikasi atau pemeriksaan. Sehingga, sampai saat ini hakim semuanya masih berjalan seperti biasa. Kecuali nanti ada pemeriksaan yang menentukan atau menemukan adanya indikasi pelanggaran,” ungkapnya. (*)