HARIAN DISWAY - Pihak militer Israel mengonfirmasi bahwa sembilan dari sepuluh tentara yang diduga menjadi pelaku kasus rudapaksa (pelecehan seksual) pada seorang tahanan Palestina tengah ditahan untuk diinterogasi pada Senin, 29 Juli 2024.
Mereka mengirim tim investigasi ke fasilitas penahanan di Sde Teiman yang menjadi TKP atas kejadian tersebut. Para warga Palestina banyak yang ditahan di sana sejak meletusnya kejadian Taufan Al-Aqsha 7 Oktober 2023 lalu.
Militer membuka penyelidikan karena kasus rudapaksa yang diduga dilakukan oleh tentara mereka itu termasuk dalam skala yang serius. Korban yang belum diinformasikan lebih lanjut terkait identitasnya sudah dibawa ke rumah sakit dengan beberapa tanda pelecehan serius di tubuhnya hingga ia tak dapat berjalan.
Penangkapan sejumlah anggota Israel Defense Forces (IDF) yang berasal dari unit Force 100 yang bertugas di pangkalan Sde Teiman itu ternyata dikecam oleh para petinggi sayap kanan Israel dan puluhan demonstran.
BACA JUGA:Konflik Memanas: Iran Tanggapi Ancaman Israel Terhadap Hizbullah
Mereka mengutuk tindakan yang diinisiasi oleh Mayor Jenderal Yifat Tomer-Yerushalmi itu dengan menggerebek paksa lapas Sde Teiman seraya beberapa orang terlihat membawa bendera Israel.
Ultranasionalis memprotes penahanan tentara cadangan Israel yang dicurigai menyerang teroris Hamas, di pangkalan militer Beit Lid dekat Beersheba, 29 Juli 2024.-(Chen Leopold/ Flash90)-The Times of Israel
Alih-alih memihak pada korban rudapaksa, para pengunjuk rasa sayap kanan itu membela para prajurit dengan mengatakan bahwa tentara mereka tidak bersalah.
Beberapa politisi sayap kanan yang bergabung dalam seruan aksi itu di antaranya Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir, Menteri Warisan Amichay Eliyahu, anggota Zionisme Agama Zvi Sukkot, serta anggota Partai Likud Nissim Vaturi.
Ben Gvir menilai para pihak militer melakukan tindakan memalukan karena menangkap tentara mereka sendiri yang dianggapnya sebagai pahlawan terbaik milik Israel.
Jadi, menurut Gvir, para tentara seyogyanya dihormati dan tidak boleh diperlakukan sebagai penjahat.
Kerusuhan yang ditimbulkan demonstran lantas membuat Kepala IDF Herzi Halevi marah. Ia menilai tindakan anarkis itu justru mengganggu kemananan di Israel.
Ketika para oknum tentara yang diduga menjadi pelaku pelecehan seksual itu dipindahkan ke pangkalan Beit Lid untuk diinterogasi, ternyata massa juga menyusul ke sana dan kembali melakukan tindakan anarkis.
Halevi lantas pergi ke sana karena takut terjadi kerusuhan yang semakin besar. Ia juga menganggap tindakan anarkis itu justru merugikan pihak IDF, bertentangan dengan hukum, dan mengganggu diskusi untuk menyusun strategi perang yang tengah mereka hadapi.
"Membobol pangkalan militer dan mengganggu ketertiban di sana adalah perilaku parah yang tidak dapat diterima dengan cara apa pun," kritik Halevi.