Keluarga korban tambah semangat atas dukungan DPR itu. Pada hari itu juga mereka melapor ke Komisi Yudisial (KY). Mereka mendatangi kantor KY. Melaporkan itu dilengkapi bukti-bukti hukum. Seusai melapor, Dimas kepada wartawan mengatakan:
”Kami melaporkan ke KY atas tiga hakim yang mengadili perkara terdakwa GRT (Gregorius Ronald Tannur) yang kita tahu bersama sudah diputus bebas. Semoga tiga majelis hakim itu segera diperiksa dan segera dilakukan penindakan dari KY.”
Dilanjut: ”Kami berharap agar putusan dari KY itu mengubah hakim di Republik Indonesia untuk lebih berhati-hati, lebih bijaksana, dan lebih arif dalam memutus perkara, mengedepankan keadilan dan kebenaran.”
Hal mengejutkan diungkap Dimas. Kejutan tersebut sudah dilaporkan ke pimpinan KY. Ia menunjukkan perbedaan antara isi surat dakwaan dan isi amar putusan (vonis) majelis hakim.
Dimas: ”Tadi kami menunjukkan hal ini: Di dalam surat dakwaan dinyatakan bahwa tidak ada niat terdakwa GRT untuk membawa korban ke rumah sakit. Tapi, di amar putusan hakim disebutkan sebaliknya, terdakwa membawa korban ke rumah sakit. Dan, ini yang dijadikan pertimbangan hakim PN Surabaya untuk memutus bebas tersangka GRT.”
Dari uraian Dimas di DPR dan di KY, semuanya dilengkapi bukti-bukti. Ada foto dan dokumen lain. Menunjukkan bahwa vonis bebas itu janggal, sampai memicu emosi ketua dan wakil ketua Komisi III DPR.
Sementara itu, atas vonis tersebut, jaksa penuntut umum perkara tersebut menyatakan kasasi. Itu prosedur formal dari upaya hukum yang diatur dalam undang-undang.
Di ranah offline, terjadi demo sejumlah orang di depan kantor Pengadilan Negeri Surabaya Senin, 29 Juli 2024. Para pendemo mencari Erintuah Damanik, ketua majelis hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur. Pendemo berusaha masuk gedung pengadilan, tapi ditahan petugas keamanan pengadilan yang dibantu polisi. Aksi dorong-mendorong pun terjadi. Sangat keras.
Akhirnya pertahanan petugas jebol. Para pendemo bisa masuk gedung pengadilan. Tapi, orang yang mereka cari, Erintuah Damanik, ternyata tidak ada di sana. Pendemo meneriakkan yel-yel mengutuk hakim Erintuah.
Belum pernah vonis sidang pembunuhan berdampak ricuh seperti ini. Para pendemo yang begitu gigih itu bisa menimbulkan pertanyaan masyarakat, apakah mereka pendemo bayaran atau bukan? Kalau bayaran, dibayar berapa per orang?
Seperti diberitakan, Dini adalah janda beranak satu. Anak dan keluarga tinggal di Desa Babakan, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dia sudah beberapa tahun bekerja di Surabaya sebagai sales promotion girl sebuah produk. Sebagian hasil kerja di Surabaya dia kirimkan untuk menghidupi anak di Sukabumi. Sebagian lagi untuk biaya hidup dia di Surabaya.
Dari kondisi itu, hampir mustahil keluarga Dini membayar para pendemo. Maka, bisa diperkirakan bahwa para pendemo menuntut keadilan buat Dini itu adalah pendemo murni. Pejuang keadilan yang gigih.
Sebaliknya, pihak Pengadilan Negeri Surabaya sudah menanggapi kasus vonis bebas itu. Pejabat Humas PN Surabaya Alex Adam Faisal kepada wartawan Senin, 29 Juli 2024, mengatakan:
”Kita merasa putusan itu adalah sesuatu yang biasa.”
Setelah ditanya lebih lanjut, ia menyatakan:
”Maksudnya bukan menyepelekan vonis bebas itu. Kami bereaksi ini karena tidak bisa menyampaikan: ’Oh…. kami sudah melakukan pemeriksaan’, seperti tuntutan masyarakat sekarang, sudah menonaktifkan tiga hakim itu. Itu tidak bisa. Karena yang melakukan tindakan itu adalah badan di atas kami.”