KEMATIAN Ismail Haniyeh, Kepala Biro Politik Kelompok Hamas Palestina pada Selasa 31 Juli 2024 sontak mengejutkan khalayak internasional mengingat peran pentingnya di Timur Tengah. Ia juga sempat menjabat mantan Perdana Menteri Palestina pada tahun 2006 meskipun tidak diakui oleh kubu Fatah di bawah Mahmoud Abbas.
Kematian ini diklaim oleh Hamas sebagai tindakan Israel mengirimkan rudal ke rumah pribadinya di Ibukota Iran, Teheran. Haniyeh yang berada di Iran sedang menghadiri acara Pelantikan Presiden Baru Iran. Ia tewas bersama seorang pengawal dari Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran. Petinggi Hamas pun bersumpah akan membalas tindakan Tel Aviv tersebut, Iran juga telah mengibarkan bendera merah untuk mendukung langkah Palestina.
Peran Sentral Haniyeh
Haniyeh bukanlah nama baru dalam percaturan politik di Palestina dan Timur Tengah. Ia adalah politisi ulung yang sudah aral melintang di dalam mengonstruksi perlawanan terhadap Israel yang mendapatkan banyak simpati dari pendukung Hamas dan warga Palestina di Gaza. Retorika-retorikanya pada publik yang kuat disertai posisinya yang tegas terhadap Israel memperluas pengaruhnya tidak hanya di jalur Gaza, namun juga di wilayah Tepi Barat. Terutama warga Gaza yang solid memberikan dukungan pada aksi-aksinya karena sejauh ini merasa diabaikan oleh Otoritas Palestina di Tepi Barat.
Haniyeh menekankan pada ideologi kepanjangan nama organisasi “Harakat al-Muqawamah Al-Islamiyah”, yakni perlawanan yang dikedepankan dengan memegang penerapan syariah dan jihad yang berkaitan dengan Islamisme. Selain itu, Hamas terus memperjuangkan pembebasan dan pendirian negara Palestina secara jalan bersenjata.
BACA JUGA:Profil Ismail Haniyeh, Pemimpin Hamas yang Tewas Diserang Zionis
BACA JUGA:Pemimpin Tertinggi Hamas Ismail Haniyeh Tewas Dibunuh di Teheran
Hamas konsisten menolak proses Perdamaian Oslo pada tahun 1990an. Kendati arah perjuangannya berbeda dengan Fatah, Hamas di bawah kepemimpinan Haniyeh mendorong semangat Piagam Hamas pada tahun 1988.
Transformasi Dokumen Kebijakan Hamas
Sikap Hamas saat ini memang terlihat sedikit melunak, khususnya setelah Ismail Haniyeh menginisiasi revisi atas dokumen kebijakan Hamas saat ia masih menjadi Wakil Kepala Biro Politik Hamas. Perbedaannya terletak pada fleksibilitas dalam pendekatan politik, khususnya menekankan pada sikap Hamas pada perbatasan hasil kesepakatan pada tahun 1967. Hamas yang mulanya sangat berkonfrontasi karena perbedaan ideologi, mendadak lebih melunak dan membentuk pemerintahan koalisi bersama Fatah.
Hamas saat ini mendominasi Palestinian Legislative Council dengan menduduki 74 kursi, yang mengungguli Fatah yang tergabung dalam kelompok oposisi Palestinian Liberation Organization dengan hanya 45 kursi. Langkah politik Palestina ke depan tentunya akan ditentukan oleh langkah politik Hamas di bawah Haniyeh, meskipun lagi-lagi upaya ini belum mendapatkan dukungan politik penuh dari Presiden Mahmoud Abbas dari Fatah belum dikantongi. Hal ini ditengarai antara lain karena:
BACA JUGA:Pidato Netanyahu di Kongres AS: Hamas Harus Kalah Dulu, Baru Perang Selesai!
BACA JUGA:Standar Ganda Israel! Sebut Kesepakatan Fatah-Hamas Perpanjang Terorisme
Pertama, Hamas dan Fatah masih memiliki jurang ideologi yang mendalam, sehingga masih terdapat mosi tidak percaya dari kubu Fatah terhadap Hamas yang cenderung akan mendominasi pemerintahan.
Kedua, perbedaan strategi peningkatan citra internasional Fatah dan Hamas tentu menjadi jurang di antara keduanya. Hamas tidak mengakui two-state solution, sedangkan kubu Fatah justru sebaliknya.